BERITA PAJAK SEPEKAN

DJP Telusuri Data yang Berbeda dengan SPT, PPN Belum Naik ke 12 Persen

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 20 Mei 2023 | 08.55 WIB
DJP Telusuri Data yang Berbeda dengan SPT, PPN Belum Naik ke 12 Persen

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memastikan bakal menindaklanjuti adanya temuan perbedaan data dan informasi antara isi laporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan data internal otoritas. Topik tersebut cukup mendapat sorotan netizen selama sepekan terakhir. 

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan tindak lanjut yang dimaksud bisa berupa permintaan klarifikasi (dalam tahap pengawasan) ataupun pemeriksaan. Langkah tersebut dilakukan untuk menguji kepatuhan dari wajib pajak.

"Kalau kami mendapatkan data dan informasi yang berbeda dengan SPT, pasti ditindaklanjuti," kata Suryo.

Dalam tahap pengawasan, otoritas bisa meminta klarifikasi dari wajib pajak terkait dengan adanya perbedaan data dan informasi. Permintaan klarifikasi tersebut dilakukan melalui penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).

Adapun SP2DK adalah surat yang diterbitkan kepala KPP untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

"Kalau memang [dari] risk management CRM-nya kita keluar [risiko ketidakpatuhan], mungkin kita lakukan pemeriksaan. Jadi, … data kami dapatkan, kami uji dengan data yang kami miliki. [Jika] ada perbedaan, kami sampaikan dalam konteks pengawasan maupun pemeriksaan,” jelas Suryo.

Lantas apa itu CRM dan bagaimana cara kerjanya? Simak artikel 'Jika Ada Data Berbeda dengan SPT, Dirjen Pajak: Pasti Ditindaklanjuti'.

Selain itu, ada pula ulasan tentang rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% pada saat ini menjadi 12%. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah belum berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.

Proyeksi pendapatan negara pada Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2024 disusun dengan asumsi tarif PPN tetap sebesar 11%, belum naik menjadi 12%.

"Untuk tarif telah ditetapkan di dalam UU HPP, jadi untuk undang-undang APBN kita tetap menggunakan tarif yang sama," ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan seiring dengan pemulihan perekonomian domestik, kinerja penerimaan pajak ikut mengalami perbaikan. Menurut Sri Mulyani, momentum tersebut perlu dijaga.

"Penerimaan pajak kita cukup kuat, itu menjadi salah satu yang akan memberikan akan fondasi bagi kita untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi ini," ujar Sri Mulyani.

Simak 'Tahun Terakhir Jokowi, Pemerintah Pastikan Tarif PPN Belum Naik ke 12%'.

Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah bahasan lain yang juga cukup mendapat perhatian netizen. Di antaranya, tentang kebijakan pajak bagi UMKM, peringatan DJP mengenai modus penipuan baru, upaya perbaikan tax ratio, hingga adanya rencana downtime aplikasi DJP pada akhir pekan ini. 

Berikut ulasan berita selengkapnya. 

Jelaskan Pajak UMKM, DJP: Tarifnya Kecil dan Tak Perlu Pembukuan

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto menjelaskan pengenaan tarif pajak yang lebih rendah untuk UMKM, yakni hanya 0,5% dari omzet. Mekanisme penghitungan pajak UMKM juga disebut lebih mudah ketimbang wajib pajak badan.

"Jadi omzet berapa, itulah [dikalikan dengan] 0,5%. Tarif yang sangat kecil dan kemudian sangat mudah karena tidak perlu pembukuan," katanya dalam Sosialisasi Pemberlakuan PPh dan PPN bagi UMKM.

Melalui PP 23/2018, pemerintah menurunkan tarif pajak yang semula 1% menjadi hanya 0,5% atas omzet UMKM. Wajib pajak dapat menikmati tarif PPh final 0,5% jika omzetnya masih di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

Kemudian, PP 55/2022 menyatakan wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dalam setahun tidak akan terkena pajak. Melalui fasilitas itu, UMKM yang omzetnya belum melebihi angka tersebut tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.

Hati-Hati! Ada Situs Palsu Mencatut Nama Ditjen Pajak untuk Penipuan

DJP kembali mengingatkan wajib pajak untuk selalu mewaspadai setiap modus penipuan yang mengatasnamakan otoritas.

DJP menyatakan telah mengidentifikasi upaya penipuan berupa phising yang mengatasnamakan DJP dengan alamat http://djp-online-pajak-go-id.com. Wajib pajak pun disarankan berhati-hati dan mengabaikan situs palsu tersebut.

"#KawanPajak mohon mengabaikan situs tersebut dan merujuk ke situs resmi DJP di http://pajak.go.id," bunyi cuitan DJP pada akun @DitjenPajakRI.

Kejar Perbaikan Tax Ratio Hingga 15%, Strategi Ini Perlu Disiapkan

Pemerintah Indonesia masih punya pekerjaan rumah untuk mendongkrak tax ratio. Founder DDTC Darussalam menilai potensi optimal tax ratio Indonesia sebenarnya bisa mencapai 15% hingga 18%. Namun, pada 2022 lalu tax ratio Indonesia masih bertahan di level 10,4%.

Angka tax ratio 15% hingga 18% dinilai paling ideal bagi Indonesia untuk bisa mendanai seluruh program pembangunan dan tentunya mengurangi ketergantungan utang. Apalagi saat ini Indonesia masih diketagorikan sebagai negara dengan tax effort yang rendah, yakni baru 0,6. Artinya, baru 60% potensi penerimaan pajak yang sudah berhasil dipungut oleh pemerintah.

"Kalau 100% potensi bisa digali dengan baik, Indonesia masih perlu utang tidak? Setidaknya [potensi penerimaan yang tergali optimal] cukup untuk membiayai pembangunan. Kita bisa mengurangi utang dengan menggali penerimaan pajak yang optimal," ujar Darussalam dalam seminar nasional bertajuk Upaya Menggenjot Tax Ratio yang digelar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang (FE UNP).

DJP Jadwalkan Downtime Aplikasi Lusa, Tak Ada Penambahan Fitur

Ditjen Pajak (DJP) menyatakan tidak ada penambahan fitur aplikasi ketika waktu henti (downtime) aplikasi layanan elektronik yang dijadwalkan pada Minggu (21/5/2023) besok.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan downtime dilakukan untuk pemeliharaan sistem. Menurutnya, DJP secara rutin melakukan melaksanakan pemeliharaan terhadap sistem teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK).

"Downtime pada seluruh aplikasi online DJP dilakukan sebagai bagian dari pemeliharaan yang dilakukan secara rutin," katanya.

Batasan Waktu Pajak Penghasilan Final UMKM, Begini Kata DJP

DJP menegaskan batasan waktu penggunaan rezim PPh final UMKM sudah mempertimbangkan peralihan dari pencatatan menjadi pembukuan. 

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto mengatakan saat menggunakan rezim PPh final UMKM PP 55/2022 (sebelumnya PP 23/2018), wajib pajak tidak perlu melakukan pembukuan. Wajib pajak hanya perlu melakukan pencatatan. Namun, pemakaian tarif 0,5% omzet itu dibatasi.

“Sudah dipertimbangkan waktu sepanjang itu sudah cukup bagi wajib pajak untuk belajar melakukan pembukuan. Begitu pembukuan, itu adalah sistem yang paling fair karena pajak hanya diambil murni dari keuntungan,” ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.