JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Beleid ini juga berlaku bagi semua produk Hasil Produksi Tembakau Lainnya (HPTL) termasuk rokok elektrik atau vape.
Aturan yang mulai berlaku efektif pada 2 Juli ini dan berlaku relaksasi hingga 1 Oktober mendatang. Penerapan cukai rokok elektrik ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu menghitung penerimaan negara pada tahun pertama penerapan cukai vape ini mencapai Rp1 triliun.
"Cukai itu kan pokok utamanya adalah pengendalian, nah untuk vape ini kita hitung hingga akhir tahun penerimaannya bisa mencapai Rp1 triliun," kata Nugroho Wahyu, Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Kepabeanan Bea Cukai di Gedung Sindo, Selasa (3/7).
Lebih lanjut, dia menyebutkan relaksasi diberikan agar pelaku usaha mendapat masa transisi sebelum kebijakan ini resmi diberlakukan secara penuh. Selain itu, relaksasi juga memberikan kepastian usaha bagi pelaku bisnis di bidang rokok elektrik.
"Dilakukan relaksasi karena tidak mungkin langsung diterapkan saat itu juga karena butuh kesiapan pengusaha," terang Nugroho.
Dia menjelaskan semua produk rokok yang sudah beredar tanpa pita cukai diperkenalkan untuk terus beredar hingga 1 Oktober 2018. Setelah itu, penegakan hukum akan dilakukan jika masih didapati produk rokok elektik tanpa pita cukai.
"Kepada pengusaha dan pelaku pasar sampai 1 Oktober 2018 itu masih diperbolehkan vape yang tidak ada pita cukainya di pasaran. Dengan catatan produksinya sebelum Juli 2018. Produksi setelah Juli wajib pita cukai. Setelah 1 Oktober semua vape yang dijual harus sudah tertempel pita cukai kalau masih ada tanpa pita cukai maka kita akan operasi," ungkapnya.
DJBC menaksir pasar rokok elektrik di Indonesia sebesar Rp5 triliun - Rp7 triliun. Melalui penerapan cukai rokok elektrik dengan tarif maksimal sebesar 57% maka potensi penerimaan negara dari cukai rokok elektrik berkisar di angka Rp2,5 -Rp3 triliun tiap tahunnya. (Amu)