Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengenaan cukai atas minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dianggap perlu diterapkan. Tujuannya, mengendalikan belanja BPJS Kesehatan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan beban belanja BPJS yang timbul akibat klaim penyakit diabetes tergolong tinggi.
"Coba tanya BPJS, berapa itu belanja untuk penyakit diabetes dan sebagainya, itu kan eksternalitas. Tentu kita ingin supaya kita sehat. Kalau sehat kan belanja BPJS juga terkendali," ujar Febrio, Senin (13/6/2022).
Febrio mengatakan instrumen cukai perlu diterapkan untuk mengendalikan konsumsi atas barang-barang yang memiliki eksternalitas negatif.
Walau demikian, cukai atas MBDK masih belum akan diberlakukan saat ini. "Saat kita melakukan adjustment kita harus terukur dan tidak bisa tiba-tiba, makanya kita perhatikan," ujar Febrio.
Untuk diketahui, rencana penetapan MBDK sebagai barang kena cukai (BKC) sudah lama diwacanakan oleh pemerintah. Target penerimaan cukai MBDK sudah tercantum pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun. Meski demikian, pemerintah masih belum menetapkan MBDK sebagai BKC hingga saat ini.
Bila cukai dikenakan atas MBDK, pemerintah mengusulkan pengenaan cukai dengan tarif senilai Rp1.500 per liter atas minuman teh kemasan, Rp2.500 per liter pada soda, serta Rp2.500 per liter pada minuman lainnya.
Berdasarkan catatan World Bank, setidaknya sudah terdapat 48 negara di dunia yang mengenakan cukai atas minuman berpemanis. (sap)