BERITA PAJAK HARI INI

Wow.. Buruh Pabrik Industri Ini Dapat Diskon PPh 50%

Redaksi DDTCNews
Selasa, 21 Maret 2017 | 09.07 WIB
Wow.. Buruh Pabrik Industri Ini Dapat Diskon PPh 50%

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (21/3) kabar gembira bagi industri alas kaki dan tekstil. Pasalnya, pemerintah akhirnya memberikan insentif berupa diskon 50% pungutan pajak penghasilan (PPh) bagi buruh pabrik industri yang bergerak diproduksi alas kaki, tekstil dan produk tekstil (TPT).

Aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40/PMK.03/2017 dan ditandatangani pada 10 Maret 2017 lalu. Aturan ini merupakan tindak lanjut dari ketentuan pasal 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2016 terkait Perlakuan Pajak PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai dari Pemberi Kerja dengan Kriteria Tertentu.

Dalam beleid tersebut menegaskan besaran diskon PPh Pasal 21 sebesar 50% bagi pegawai perusahaan alas kaki dan TPT selama penghasilan kena pajak (PKP) tidak lebih dari Rp50 juta setahun.

Kabar lainnya datang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang siap untuk mengumumkan nama-nama wajib pajak besar yang tidak juga mengikuti program amnesti pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Ini Syarat Industri Alas Kaki dan TPT Untuk Mendapat Fasilitas Diskon

Sesuai dengan yang telah diatur dalam PMK Nomor 40/2017, syarat perusahaan di bidang industri alas kaki, tekstil, dan produk tekstil (TPT) untuk mendapatkan fasilitas keringanan PPh 21 meliputi: memperkerjakan minimal 2.000 pegawai, menanggung PPh 21 pegawai, melakukan ekspor minimal 50% dari total penjualan tahunan pada tahun sebelumnya, memiliki perjanjian kerja bersama, mengikutsertakan pegawai dalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan tidak sedang menikmati fasilitas keringanan pajak lainnya.

  • Ditjen Pajak Siap Umumkan WP Tidak Ikut Amnesti

Setelah berakhirnya program pengampunan pajak pada 31 Maret 2017, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan membuka nama-nama wajib pajak (WP) besar yang belum mengikuti program tersebut. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan Ditjen Pajak telah mengantongi data WP Besar (prominent) yang masih memiliki masalah pajak dan belum ikut amnesti pajak. Tidak hanya itu, Ken meyakini masih banyak dana yang bisa dikumpulkan oleh Ditjen Pajak lantaran masih banyak dana repatriasi yang hingga kini belum terealisasi.

  • Ditjen Pajak Tagih Pajak Google

Selain menagih pembayaran pajak Google tahun 2015, Ditjen Pajak segera meminta Google Asia Pacific Pte Ltd untuk menyelesaikan pembayaran pajak tahun 2016. Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus memaparkan langkah tersebut dilakukan seiring dengan perkembangan penyelesaian perkara pajak yang tengah ditangani saat ini.

  • Berantas Pencucian Uang, Indonesia Minta Dukungan G20

Indonesia meminta dukungan negara-negara anggota G20 terkait dengan keinginan Tanah Air untuk menjadi anggota Financial Action Task Forse (FATF), sehingga bisa membantu memberantas praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme. Permintaan dukungan tersebut disampaikan dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20. Indonesia pernah masuk dalam daftar hitam (blacklist) FATF sejak Februari 2012, namun Indonesia telah keluar seacara permanen dari blacklst/greylist area FATF pada Juni 2015.

  • Polemik Pembobolan Bank

Regulasi perbankan terbilang ketat. Namun, masih ada celah tindak kejahatan pembobolan dana nasabah bank yang melibatkan orang dalam, termasuk yang menimpa nasabah Bank Tabungan Negara (BTN). Deputi Bidang Usaha dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN Gatot Trihargo meminta agar BTN meningkatkan kontrol internalnya. Dalam kasus pembobolan bank tersebut, total dana nasabah BTN yang raib berjumlah Rp258 miliar.

  • Kementerian Desa Gandeng Bank BUMN

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menggandeng empat bank BUMN untuk memperluas pembentukan holding badan usaha milik desa atau BUMDes. Menteri Desa PDT Eko Sandjojo mengatakan pembentukan BUMDes hingga saat ini memang belum merata di seluruh Indonesia karena tidak semua desa mempunyai sumber daya manusia yang mampu mengelola BUMDes.

  • Investment Grade, Tidak Ada Lagi Alasan untuk S&P

Pemerintah dan ekonom menilai tidak ada lagi alasan bagi Standard & Poor’s (S&P) untuk tidak menetapkan peringkat investment grade bagi Indonesia. Pasalnya, tinggal selangkah lagi Indonesia bakal mendapatkan rating tersebut meski S&P masih memantau perkembangan proyek infrastruktur. Direktur Surat Utang Negara DJPPR Lolo Srinaita Ginting mengatakan S&P kali ini masih menunggu perkembangan dari pelaksanaan pembangunan beberapa proyek infrastruktur yang diluncurkan pemerintah. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.