JAKARTA, DDTCNews – Program pengampunan pajak tersisa kurang dari 3 bulan lagi. Untuk itu pemerintah mempersiapkan sejumlah langkah untuk mereformasi perpajakan Indonesia. Salah satunya dengan perbaikan pada beberapa undang-undang (UU) perpajakan yang berlaku.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol mengatakan target penerimaan pajak dipatok relatif semakin meningkat setiap tahunnya. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan sejumlah perbaikan kepada beberapa UU terkait perpajakan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak.
“Reformasi perpajakan akan dilakukan setelah program tax amnesty berakhir dengan merevisi UU KUP, PPN, PPh, Bea Materai (BM), dan PBB,” ujarnya di Jakarta, Senin (9/1).
Selain itu, ia juga menyatakan pemerintah akan melakukan setidaknya empat minimum standarisasi yang sudah dideklarasikan dalam Base Erotion and Profit Shifting (BEPS). Empat minimum standarisasi tersebut meliputi harmful tax practice, treaty abuse, transfer pricing document, dan dispute resolution.
Namun, sejauh ini pemerintah baru bisa menerbitkan Transfer Pricing Document (TP Doc). Menurutnya hal ini cukup menarik, mengingat Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah siap melaksanakan Country by Country Report (CbCR).
Di samping itu pemerintah Indonesia juga harus mengikuti pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dan menerapkan peraturan yang berlaku dalam G-20. Dengan tergabungnya Indonesia dalam G-20 secara langsung akan dipaksa untuk mempersiapkan keterbukaan data dan informasi.
“Kita akan dikucilkan oleh negara lain jika tidak mengikuti AEoI itu. Pada era AEoI, kita harus menyelesaikan permasalahan perpajakan internasional, yang sejauh ini legal framework-nya sudah ada. Tapi yang belum rampung itu domestic legal framework,” pungkasnya. (Amu)