JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya seperti meluncurkan kebijakan fiskal lebih dan melakukan reformasi struktural guna menggenjot pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.
Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan tahun 2017 merupakan titik balik untuk menciptakan perekonomian 6%. Mengingat sentimen dunia usaha maupun investor sudah membaik seiring mulusnya reformasi struktural.
“Perekonomian kita tahun depan bisa lebih baik asalkan bisa mengantisipasi sentimen atau tantangan global dengan policy yang kuat dan juga implementasi RKP 2017 secara baik. Apalagi dengan adanya kenaikan peringkat EoDB, kita ada di posisi 91,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/11).
Ia menyatakan peningkatan peringkat EoDB akan menjadi sentimen positif agar investor lebih bergairah. Pemerintah bertugas untuk memastikan iklim investasi yang lebih baik terutama pemerintah daerah, supaya lebih terbuka dalam mempromosikan investasinya.
Amalia merasa optimis investasi yang dilakukan oleh swasta akan mengalami peningkatan pada tahun 2017. Investasi cukup berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5,1%.
Sebaliknya, Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menyadari pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan stagnan di level 5,1%, kecuali ada perbaikan investasi dari swasta yang signifikan.
Jika ditinjau dari sisi perbankan, masalah kualitas aset dan tekanan terhadap non-performing loan (NPL) diperkirakan masih akan berlanjut. Sehingga pertumbuhan kredit masih akan terbatas di tengah upaya perbankan melakukan restrukturisasi dan mengetatakan manajemen risiko.
“Creative industry seperti e-commerce juga perlu menjadi agenda utama pemerintah. Saat ini e-dagang sudah berkembang cepat dan bisa menjadi peluang bagi perbankan untuk mengembangkan (memberi kredit) ke usaha rintisan maupun fintech dan mendorong financial institution serta menurunkan ketidakefisian perbankan,” tutur Anton.
Di sisi lain Chief Economy Treasury and Capital Market CIMB Niaga Adrian Panggabean memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada paruh pertama tahun 2017 akan stagnan. Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2017 akan lebih dinamis pada paruh kedua yang berkisar 5,1%.
Adrian meninjau dari sisi moneter masih ada ruang penurunan 25-50 poin BI 7 days repo rate guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, perlu ada tambahan atau suntikan dana sekitar 5-8% pada PDB, atau dalam kisaran US$60-70 miliar pertahun.
Suntikan dana tersebut diharapkannya agar perbandingan investasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi atau disebut Incremental Capital Output Ratio (ICOR) mengalami peningkatan. Langkah lain yang bisa diambil pemerintah yaitu dengan meningkatkan tax ratio menjadi minimal 14% agar perekonomian bisa mengarah ke 6-7% dalam jangka menegah.
“Dari sisi fiskal stimulus yang bisa mendorong pertumbuhan adalah refocusing sector. Dari sisi neraca APBN kita, aktiva kita itu hanya sekitar 10 juta dari total sebesar 250 juta penduduk yang memiliki NPWP dan membayar pajak, maka butuh tax ratio hingga 14% agar ekonomi kita bisa melaju ke level 7%,” pungkas Adrian.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang kisaran 5-6% saja tidak cukup bagi Indonesia, mengingat adanya bonus demografi dan akan ada 2,7 juta angkatan kerja baru pada tahun 2025 yang berusia 15-20 tahun.
“Pada tahun 2025 tekanan penciptaan lapangan kerja besar sekali, dan minimal pertumbuhan ekonomi mencapai 7% untuk bisa menyerap tenaga kerja sebesar itu. Seiring dengan hal itu, saya rasa hanya akan ada 1 orang yang keluar dari angkatan kerja berbanding 3 orang masuk angkatan kerja,” tandas Adrian.*