JAKARTA, DDTCNews – Krisis ekonomi tahun 1998 menjadi masa lalu yang kelam dalam sejarah perekonomian Indonesia, meski hal serupa juga terjadi di sebagian negara Asia. Bahkan, pembiayaan untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia pada saat itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 lalu disebabkan karena utang jangka pendek pemerintah dan hilangnya modal asing yang sebelumnya tertanam di Indonesia.
"Krisis itu jadi krisis yang tertinggi di dunia, keadaan yang membutuhkan 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Banyak bank yang ditutup akibat merosotnya likuiditas," ujarnya dalam acara HUT Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Hotel Ritz Carlton, SCBD, Jakarta, Kamis (22/9).
Ia menambahkan, krisis ekonomi tidak hanya terjadi di tahun 1998, tapi juga terjadi lagi 8 tahun lalu. Pada tahun 2008 tekanan berat terjadi pada likuiditas perbankan, karena krisis ekonomi tidak mengenal waktu, maka potensinya bisa terjadi kapan saja.
Karena itu, untuk mengantisipasinya pemerintah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Lewat undang-undang tersebut, nantinya pemerintah tidak lagi berkewajiban menyuntikkan modalnya untuk likuiditas perbankan. Undang-undang PPKSK mengamanatkan penyelesaian perbankan dilakukan oleh bank bersangkutan.
"Undang-undang ini berisi bagaimana cara menghadapi saat terjadi krisis. Saya berharap ini tidak terjadi lagi di Indonesia, khususnya saat saya menjadi Menteri Keuangan," kata Sri Mulyani.
Dirinya berharap agar instansi terkait bisa saling bekerja sama mencegah potensi krisis ekonomi kembali terjadi. Terlebih lagi krisis ekonomi sangat rawan berimbas kepada perbankan.
"Saya harap LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memperkuat kapasitas bank dan menunjukkan fungsinya mempertahankan dari krisis ekonomi," tutup Sri Mulyani. (Amu)