Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur ketentuan jangka waktu penggunaan fasilitas pajak penghasilan (PPh) final 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu dalam PP 23/2018 s.t.d.t.d PP 55/2022.
Penyuluh Pajak KPP Pratama Cibinong Muzakky Nawawi mengatakan ketentuan penggunaan fasilitas PPh final 0,5% tidak semata-mata hanya pada jumlah peredaran bruto dalam satu tahun. Tetapi, dilihat juga dari jangka waktu pemakaian fasilitas PPh final 0,5%
“Jangka waktu penggunaan tarif 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi berdasarkan PP 23/2018 yang diubah di PP 55/2022 paling lama 7 tahun,” sebutnya dalam unggahan kanal Youtube KPP Pratama Cibinong, dikutip pada Selasa (21/3/2023).
Wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan fasilitas PPh final 0,5% apabila peredaran bruto dari usaha wajib pajak orang pribadi kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun.
Penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bagian dari peredaran bruto yang lebih dari Rp500 juta dalam satu tahun dan kurang dari Rp4,8 miliar. Simak Lampirkan Omzet Saat Lapor SPT? Begini Cara Hitungnya.
Perhitungan peredaran bruto atau omzet ditentukan berdasarkan keseluruhan omzet dari usaha, termasuk omzet dari cabang. Selama peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun maka wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan fasilitas PPh final 0,5%.
Namun, terdapat kondisi tertentu yang menjadikan fasilitas PPh final 0,5% tidak dapat digunakan meskipun peredaran bruto masih di bawah Rp4,8 miliar.
Hal tersebut apabila wajib pajak orang pribadi sudah menggunakan fasilitas tersebut selama lebih dari 7 tahun. Perhitungan 7 tahun dihitung dari tahun wajib pajak terdaftar (sejak 2018 dan setelahnya) atau tahun 2018 untuk wajib pajak yang terdaftar sebelum 2018.
“Misal, wajib pajak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) pada tahun 2016, berarti 7 tahunnya dihitung dari tahun 2018. Berarti 2024,” tutur Muzakky.
Meski jangka waktu 7 tahun belum terlampaui, wajib pajak tidak bisa menggunakan fasilitas PPh final apabila peredaran bruto ternyata sudah melebihi Rp4,8 miliar. Wajib pajak bersangkutan akan dikenai tarif PPh berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU 7/1983 s.t.d.t.d UU 7/2021 pada tahun pajak berikutnya.
Contoh kasus:
Katakanlah pengusaha kedai kopi bernama Alul memiliki peredaran bruto senilai Rp1 miliar pada 2022 dari 5 cabangnya. Alul telah memiliki NPWP sejak 1 Agustus 2017. Lantas, apakah Alul masih boleh menggunakan tarif PPh final 0,5% pada tahun ini?
Jawaban:
Alul masih boleh menggunakan tarif 0,5% karena peredaran bruto masih di bawah Rp4,8 miliar. Perhitungan 7 tahun dihitung dari 2018 sampai dengan 2024. Dengan demikian, Alul boleh memakai tarif PPh final sebesar 0,5%. (sabian/rig)