Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak dapat menggunakan pembayaran zakat yang sifatnya wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Ditjen Pajak (DJP) Arif Yunianto mengatakan pengurangan penghasilan bruto hanya berlaku untuk pembayaran zakat yang sesuai dengan ketentuan. Adapun ketentuan terkait dengan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto telah dimuat dalam PMK 254/2010.
“Terkait syarat zakat sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dalam PER-4/PJ/2022,” ungkapnya dalam acara Bayar Zakat Bisa Ringankan Pajak, Kok Bisa?, dikutip pada Senin (6/3/2023).
Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 254/2010, zakat yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah.
Badan amil zakat atau lembaga amil zakat adalah badan atau lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat dan perubahannya. Zakat dapat berupa uang atau yang disetarakan dengan uang.
“Yang disetarakan dengan uang … adalah zakat … yang diberikan dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan,” bunyi penggalan Pasal 1 ayat (4) PMK 254/2010.
Zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan.
Ada perbedaan ketentuan jika zakat dibayarkan oleh wanita kawin yang pengenaan pajaknya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri. Zakat yang dibayarkan tersebut dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya.
Pembayaran zakat oleh wanita kawin dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan jika telah hidup berpisah dengan suaminya berdasarkan putusan hakim; secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. (Sabian Hansel/kaw)