Ilustrasi.
BADUNG, DDTCNews - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menegaskan pemerintah daerah (pemda) tidak perlu menyiapkan naskah akademik ketika menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Roberia mengatakan kewajiban bagi pemda untuk menyusun naskah akademik tidak diatur dalam UU 12/2011 s.t.d.t.d UU 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
"Saya membaca lagi UU 12/2011, jujur saya sampaikan tidak ada kewajiban raperda wajib naskah akademik. Yang ada adalah dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik," katanya dalam Rakornas Pendapatan Daerah, dikutip pada Minggu (5/3/2023).
Ketentuan yang dimaksud Roberia adalah Pasal 56 ayat (2) UU PPP. Sementara itu, naskah akademik hanya diwajibkan saat DPR, pemerintah, atau dewan perwakilan daerah (DPD) menyusun rancangan undang-undang (RUU).
Mengingat UU PPP tidak mewajibkan pemda menyusun naskah akademik, lanjutnya, pemda dapat segera menyusun raperda PDRD masing-masing.
"Semua kembali ke pemda karena undang-undang memberikan open legal policy itu. Saya sekali lagi menekankan tidak ada kewajiban harus dengan naskah akademik," tuturnya.
Bila pemda tetap menyusun naskah akademik atas raperda PDRD, naskah akademik tersebut harus disusun dengan mengikuti teknik penyusunan pada Lampiran I UU PPP.
Untuk diketahui, UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengamanatkan kepada pemda untuk segera melakukan penyesuaian atas perda PDRD yang berlaku di daerah masing-masing paling lambat pada 5 Januari 2024.
Bila pemda tak mampu menyesuaikan perda di daerahnya masing-masing sesuai dengan jangka waktu tersebut, pajak dan retribusi daerah harus dipungut berdasarkan UU HKPD. (rig)