SEWINDU DDTCNEWS
KEBIJAKAN CUKAI

Roadmap Industri Rokok Masih Digodok, Kemenkeu Fokus Soal Cukai

Dian Kurniati
Kamis, 9 Februari 2023 | 16.00 WIB
Roadmap Industri Rokok Masih Digodok, Kemenkeu Fokus Soal Cukai

Dirjen Bea dan Cukai Askolani tengah memegang pita cukai 2023. (foto: DJBC)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih memproses penyusunan peta jalan (roadmap) terkait dengan pengelolaan industri hasil tembakau di Indonesia. Dalam penyusunan roadmap tersebut, Kementerian Keuangan ikut terlibat.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan Kementerian Keuangan menjadi institusi yang bertugas untuk menyusun kebijakan cukai, baik dari sisi tarif maupun layer.

"Kebijakan cukai ditujukan untuk pengendalian konsumsi yang sejalan dengan penerimaan negara, serta mengantisipasi adanya produk baru," katanya, Kamis (9/2/2023).

Dalam beberapa tahun terakhir ini, produk hasil tembakau mengalami perkembangan cukup pesat. Salah satu produk barunya ialah rokok elektrik. Dalam hal ini, pemerintah mulai memungut cukai terhadap cairan rokok elektrik (vape) sejak 2018.

Dalam perkembangannya, pemerintah mulai mengatur pengenaan cukai terhadap rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) secara spesifik dan terpisah dari produk hasil tembakau konvensional. Aturan baru tersebut termuat dalam PMK 193/2021.

Berdasarkan PMK 193/2021, rokok elektrik meliputi rokok elektrik padat, rokok elektrik cair sistem terbuka, dan rokok elektrik cair sistem tertutup. Sementara itu, HPTL terdiri atas tembakau molasses, tembakau hirup (snuff tobacco), dan tembakau kunyah (chewing tobacco).

Di sisi lain, produksi rokok konvensional juga mengalami tren kenaikan. Contoh, sigaret kelembak kemenyan (KLM) yang dulu identik dengan tradisi merokok masyarakat perdesaan atau ritual adat keagamaan, kini mulai ikut diproduksi oleh pabrikan besar.

Melalui PMK 109/2022, pemerintah mengubah ketentuan cukai KLM dari semula hanya 1 layer menjadi 2 layer. KLM golongan I berlaku untuk pabrik dengan produksi lebih dari 4 juta batang, sedangkan golongan II tidak lebih dari 4 juta batang.

KLM yang diproduksi oleh pabrik golongan I dikenakan tarif cukai senilai Rp461 dengan batasan harga jual eceran (HJE) per batang paling rendah Rp860.

Untuk golongan II, tarif cukai pada KLM tidak berubah dengan yang berlaku sebelumnya, yaitu Rp25 dan HJE paling rendah Rp200 per batang.

"Penyusunan peta jalan pengelolaan produk hasil tembakau terus dimatangkan dan berada dalam komando Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," ujar Nirwala.

Komisi XI DPR sebelumnya meminta pemerintah mempercepat penyusunan roadmap pengelolaan industri hasil tembakau. Roadmap ini nantinya bakal dijadikan pedoman dalam penyusunan kebijakan mengenai industri hasil tembakau, termasuk soal cukai.

Komisi XI juga meminta pemerintah menyerahkan roadmap pengelolaan industri hasil tembakau tersebut pada awal 2024 atau sebelum penyampaian Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.