Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) terus berupaya melakukan digitalisasi proses bisnis, termasuk dalam hal pengajuan permohonan fasilitas kepabeanan.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Padmoyo Tri Wikanto mengatakan pelayanan fasilitas kepabeanan kini telah berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Menurutnya, pengguna jasa perlu mengikuti perkembangan tersebut karena digitalisasi juga akan membuat pelayanan makin efisien.
"Kalau pengusaha ya harus dong menyesuaikan itu. Kalau dia masih manual ya sudah tergilas. Minimal tarafnya sama, antara kita, pemerintah, dan pelaku usaha," katanya, dikutip pada Senin (6/1/2023).
Padmoyo mengatakan pemerintah memberikan fasilitas kepabeanan untuk berbagai tujuan di antaranya menarik investasi, meningkatkan ekspor, efisiensi biaya produksi, menekan biaya logistik, serta mengerek penerimaan negara.
Dia menjelaskan DJBC berupaya responsif untuk menyesuaikan proses bisnis terhadap perkembangan TIK. Dengan pemanfaatan TIK, proses pengajuan permohonan fasilitas juga lebih efisien dan akuntabel.
Menurutnya, DJBC terus juga terus memberikan sosialisasi mengenai pelayanan berbasis TIK kepada pengguna jasa. Secara bersamaan, sistem TIK diperkuat untuk memudahkan pekerjaan petugas DJBC dan pengguna jasa.
"[Sistem TIK DJBC] terus kita improve. Walaupun di sana-sini masih ada kekurangan, terus kita kembangkan," ujarnya.
Saat ini, permohonan sejumlah fasilitas kepabeanan harus disampaikan secara elektronik kepada portal DJBC melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW) seperti kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Jenis fasilitas yang diajukan secara online tersebut juga terus bertambah.
Misalnya, belum lama ini pemerintah menerbitkan PMK 160/2022 mengatur badan internasional harus mengajukan permohonan untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor barang secara online melalui INSW. Sementara pada ketentuan yang lama, PMK 148/2015 dan PMK 20/2018, belum diatur soal penyampaian permohonan fasilitas secara online. (sap)