Koordinator Dewan Konsultatif Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Perpajakan (IAI-KAPj) Darussalam.
JAKARTA, DDTCNews - Pemulihan ekonomi ternyata bukan menjadi faktor tunggal yang memengaruhi kinerja penerimaan pajak pada tahun ini.
Koordinator Dewan Konsultatif Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Perpajakan (IAI-KAPj) Darussalam mengatakan target penerimaan pajak 2023 telah ditetapkan secara optimistis, tetapi tetap waspada. Selain dipengaruhi kinerja ekonomi, lanjutnya, penerimaan pajak sebenarnya juga didukung oleh penguatan sistem administrasi dan kepastian hukum.
"Karena pajak konteksnya multidisiplin ilmu, kita perlu juga melihat sisi administrasi dan hukum. Sehingga pada 2023 ini saya pribadi memandang perpajakan di Indonesia akan menjadi lebih baik lagi," katanya dalam acara KAPj Goes to Campus: Economic & Taxation Outlook Year 2023, Rabu (25/1/2023).
Darussalam mengatakan pajak tidak bisa lepas dari disiplin ilmu lain seperti hukum, administrasi, dan akuntansi. Kombinasi beragam faktor ini lah, menurutnya, yang kemudian mendorong penerimaan pajak. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir juga telah menyadari hal tersebut sehingga melakukan berbagai langkah reformasi.
Misalnya dari sisi administrasi, Ditjen Pajak (DJP) saat ini tengah melaksanakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP). Pembaruan PSIAP secara psikologis bakal meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui berbagai kemudahan pembayaran dan penurunan biaya kepatuhan (cost of compliance).
Kemudian dari sisi hukum, pemerintah sudah melakukan perbaikan regulasi di bidang pajak. Reformasi ini dimulai sejak penerbitan UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, UU 9/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, hingga UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Itu semua indikasinya adalah bagaimana untuk lebih menitikberatkan pada kepastian hukum," ujarnya.
Darussalam mengungkapkan ada banyak hasil penelitian yang menunjukkan relasi positif antara perbaikan administrasi perpajakan dan kepastian hukum, dengan kepatuhan pajak. Menurutnya, adanya kemudahan administrasi pajak dan kepastian hukum membuat wajib pajak lebih patuh.
Dengan adanya kedua hal tersebut, imbuh Darussalam, diharapkan cost of compliance dari wajib pajak maupun cost of administrative dari otoritas pajak juga menurun sehingga pajak yang dibayarkan makin proporsional dengan biaya yang ditanggung.
Penguatan sisi administrasi dan kepastian hukum juga pada akhirnya dapat menaikkan tax ratio. Pasalnya, tax ratio Indonesia yang pada 2022 diperkirakan sebesar 10,4% masih jauh dari ideal, mengingat lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF) menyatakan tax ratio ideal suatu negara adalah minimal sebesar 15%. (sap)