Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (foto: DJP)
BATAM, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memerinci tambahan penerimaan pajak dari beberapa kebijakan yang diamanatkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sampai dengan 31 Oktober 2022.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan kebijakan yang dimaksud antara lain implementasi kenaikan tarif PPN, pajak kripto, pajak fintech, dan PPN PMSE.
“PPN PMSE ini menjadi salah satu andalan kita untuk memperluas basis pemajakan dan kita lihat ada tren kenaikan penerimaan setiap tahunnya,” katanya dalam acara Media Gathering DJP, dikutip pada Rabu (30/11/2022).
Hingga saat ini, jumlah pemungut PPN PMSE sudah mencapai 131 wajib pajak. Sejak berlaku pada Juli 2020, nilai PPN PMSE yang disetorkan ke kas negara mencapai Rp9,17 triliun. Khusus untuk tahun berjalan ini, setoran PPN PMSE sudah mencapai Rp4,54 triliun.
Selanjutnya, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% telah menyumbang Rp43,42 triliun sejak berlaku mulai 1 April 2022. Berdasarkan data DJP, setoran pajak dari kenaikan tarif PPN terus meningkat. Untuk Oktober 2022 saja, setorannya mencapai Rp7,62 triliun.
Kemudian, implementasi pajak fintech, yaitu peer to peer (P2) lending, telah berkontribusi senilai Rp148,8 miliar sejak berlaku mulai 1 Mei 2022. Adapun pajak P2P lending tersebut mulai dibayar dan dilaporkan pada April 2022.
“Dari jumlah tersebut, Rp101,39 miliar berasal dari PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT). Lalu, Rp47,21 miliar dari PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri,” sebut Neilmaldrin.
Setelah itu, pajak kripto—yang berlaku 1 Mei dan mulai dibayar serta dilaporkan pada Juni 2022—menyumbang penerimaan sejumlah Rp191,11 miliar dengan perincian Rp91,40 miliar dari PPh Pasal 22 dan PPN dalam negeri senilai Rp99,71 miliar. (rig)