Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan. (foto: kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memandang kesehatan APBN memiliki kaitan erat dengan kepercayaan para investor terhadap surat berharga negara (SBN).
Suahasil mengatakan kesehatan APBN ditandai dengan defisit yang terjaga. Untuk itu, APBN dengan defisit yang terlalu lebar bakal membuat investor ragu membeli SBN.
"Defisit diturunkan kembali ke bawah 3%. Ini sangat penting untuk menciptakan confidence di perekonomian Indonesia, termasuk confidence di pemegang surat utang kita," katanya, Jumat (4/11/2022).
Suahasil menuturkan defisit APBN biasa digunakan sebagai pembanding untuk mengukur kesehatan keuangan suatu negara. Hal ini dikarenakan defisit yang lebar umumnya bakal dibarengi dengan utang yang tinggi.
Saat pandemi Covid-19, lanjutnya, APBN bekerja keras sebagai shock absorber dalam melindungi kesehatan masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi. Namun, kondisi tersebut menyebabkan defisit melebar dan posisi utang juga meningkat sehingga perlu disehatkan.
Tantangan soal pelebaran defisit dan kenaikan utang juga terjadi di semua negara. Di Indonesia, akumulasi defisit APBN dan tingkat utang pada 2020 dan 2021 mengalami kenaikan masing-masing mencapai 10,8% PDB.
Di negara lain seperti China, defisit APBN dan utang naik masing-masing 18,8% dan 11,8% dari PDB. Lalu, Malaysia juga mengalami kenaikan akumulasi defisit fiskal dan utang masing-masing sebesar 11,1% dan 13,6%, sedangkan Thailand naik 11,6% dan 17,0%.
"Ini yang coba kami sehatkan. Satu hal adalah memenuhi UU 2/2020, dan satu hal lainnya menciptakan confidence," ujarnya. Simak 'Sri Mulyani Yakin Defisit APBN 2022 di Bawah 3,9% PDB, Ini Alasannya'
Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dalam menjaga kepercayaan investor. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah terus meyakinkan investor soal arah defisit APBN Indonesia bakal kembali ke bawah 3% karena diamanatkan UU 2/2020.
Pada 2020, defisit APBN melebar hingga 6,14% karena pandemi Covid-19 menyebabkan penerimaan menurun, sedangkan kebutuhan belanja melonjak. Angka itu perlahan diturunkan menjadi 4,57% pada 2021, dan direncanakan sebesar 4,5% pada UU APBN 2022.
Meski demikian, defisit APBN 2022 menurut proyeksi (outlook) pemerintah hanya akan mencapai 3,92%. Sementara itu, defisit APBN 2023 disepakati sebesar 2,84% sesuai dengan amanat UU No. 2/2020. (rig)