PEREKONOMIAN DUNIA

G-20 Bahas Restrukturisasi Utang pada Negara Berpenghasilan Rendah

Dian Kurniati
Jumat, 14 Oktober 2022 | 11.30 WIB
G-20 Bahas Restrukturisasi Utang pada Negara Berpenghasilan Rendah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan paparan secara virtual saat pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Civil 20 (C20) Summit 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (5/10/2022). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral anggota G-20 membahas restrukturisasi utang pada negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan utang menjadi tantangan di banyak negara pada saat ini, terutama yang berpenghasilan rendah. Dalam hal ini, G-20 menyepakati pentingnya meningkatkan penerapan Common Framework for Debt Treatment di luar Debt Service Suspension Initiative (DSSI).

"Ini akan meningkatkan dukungan untuk banyak negara yang sedang dalam situasi sulit, terutama mengenai kemampuan untuk menyelesaikan masalah utang," katanya, Jumat (14/10/2022).

Sri Mulyani mengatakan dunia sedang menghadapi tantangan yang makin kompleks berupa inflasi yang tinggi, pelemahan pertumbuhan, kelangkaan energi dan pangan, risiko perubahan iklim, dan naiknya tensi geopolitik. Berbagai kondisi tersebut yang dibarengi dengan pengetatan likuiditas berisiko meningkatkan utang.

Dia menyebut risiko peningkatan utang tidak hanya terjadi pada negara berpenghasilan rendah, tetapi juga negara-negara berpenghasilan menengah dan bahkan maju. Oleh karena itu, para menteri keuangan G-20 berupaya mencari solusi untuk mengatasi persoalan peningkatan utang, terutama pada negara berpenghasilan rendah.

Sri Mulyani menjelaskan terdapat 3 elemen penting dalam menangani persoalan kenaikan utang. Pertama, kemampuan untuk menggunakan kerangka penanganan utang atau dalam hal ini merestrukturisasi utang.

Kedua, melalui jaring pengaman keuangan global, termasuk melalui dukungan IMF, serta alokasi Special Drawing Right (SDR) untuk negara yang paling rentan. Ketiga, meminta Multilateral Development Banks (MDBs) meningkatkan penggunaan neraca mereka untuk membantu banyak negara yang mengalami kenaikan utang.

"Ini dapat membantu banyak negara, terutama dalam keadaan saat ini, ketika pasar sangat fluktuatif dan kecenderungan tingkat suku bunga sedang meningkat," ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan situasi global diperkirakan bakal tetap sulit pada sepanjang tahun ini, serta kemungkinan berlanjut hingga 2023. Menurutnya, semua negara tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan risiko resesi dan dampaknya pada tingkat utang.

Dia menyebut G-20 akan memperkuat komitmen untuk memastikan ketahanan keuangan jangka panjang dari arsitektur keuangan internasional. Komitmen tersebut termasuk pada jaring pengaman keuangan global dan dukungan penanganan utang pada negara yang rentan. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.