BERITA PAJAK HARI INI

Awasi Perkembangan Sektor Usaha, DJP Hitung Kembali Setoran Pajak WP

Redaksi DDTCNews
Rabu, 05 Oktober 2022 | 09.14 WIB
Awasi Perkembangan Sektor Usaha, DJP Hitung Kembali Setoran Pajak WP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan penghitungan kembali atau dinamisasi angsuran PPh Pasal 25 dari wajib pajak. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (5/10/2022).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dinamisasi diperlukan agar angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan wajib pajak dapat mencerminkan kondisi usaha masing-masing. Salah satu contohnya adalah sektor usaha yang mendapat efek positif dari kenaikan harga komoditas.

“Kami melakukan pengawasan dinamisasi agar ada pemerataan setoran pajak dari waktu ke waktu karena peningkatan harga komoditas," katanya.

Apabila dalam suatu periode tertentu terdapat sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan, lanjut Suryo, DJP akan melakukan pengawasan dan dinamisasi. Sebagai informasi, ketentuan mengenai dinamisasi telah diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-537/PJ/2000.

Sesuai dengan Pasal 7 ayat (4) KEP-537/PJ/2000, angsuran PPh Pasal 25 pada bulan-bulan sisa tahun pajak perlu dihitung kembali jika wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan PPh yang terutang pada tahun pajak berjalan diproyeksi akan lebih dari 150% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25.

Adapun nilai angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan tersisa dihitung kembali berdasarkan pada perkiraan kenaikan PPh yang terutang oleh wajib pajak sendiri atau oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar.

Selain mengenai dinamisasi pembayaran pajak, ada pula ulasan tentang kerja sama pertukaran data dan informasi yang dijalin DJP dengan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pengawasan Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan terdapat seksi pengawasan di setiap kantor pelayanan pajak (KPP) yang akan memantau perkembangan sektor usaha dari wajib pajak. Hasil pemantauan akan disandingkan data angsuran pajak yang selama ini dibayarkan wajib pajak

"Tugasnya mengawasi. Kalau ekonomi bagus maka seharusnya membayar lebih untuk masa yang bersangkutan terkait dengan PPh dan PPN," ujarnya.

Bila kondisi ekonomi dan sektor usaha menurun, wajib pajak juga berhak mendapatkan keringanan berupa penurunan angsuran PPh Pasal 25. (DDTCNews)

Pertukaran Data antara DJP dan Korlantas Polri

DJP dan Korlantas Polri sepakat menjalin kerja sama pertukaran data dan informasi kendaraan bermotor serta perpajakan untuk mendukung penerimaan negara. Naskah perjanjian kerja sama diteken Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Kepala Korlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi.

“Dalam menguji kepatuhan tersebut, DJP membutuhkan bantuan pihak eksternal melalui penghimpunan data pihak ketiga sebagai pembanding pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) wajib pajak, salah satunya dari Korlantas Polri,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.

Adapun data kendaraan bermotor yang nantinya dapat dihimpun dari Korlantas Polri dalam perjanjian ini mulai dari nomor registrasi, kepemilikan, sampai jenis kendaraan bermotornya. Sebaliknya, Korlantas juga dapat meminta data perpajakan dari DJP yang dapat digunakan untuk kepentingan negara. (DDTCNews)

Rencana Penyedia e-Commerce Jadi Pemungut Pajak

Pemerintah sedang menyiapkan ketentuan terkait dengan penunjukan penyelenggara e-commerce domestik sebagai pemungut pajak berdasarkan pada Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan berkaca pada evaluasi atas implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 58/2022, tidak terdapat masalah dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang dilakukan penyedia marketplace.

Kendati demikian, sambung Yon, pemerintah tidak bisa serta-merta menunjuk penyelenggara e-commerce menjadi pemungut pajak. Penunjukan e-commerce sebagai pemungut pajak harus dilakukan pada saat yang tepat.

“Tentu tidak sebatas kena dan tidak kena. Akan kita evaluasi kapan kira-kira momen yang tepat untuk diimplementasikan dan model pengenaannya seperti apa,” katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Repatriasi Harta

Ditjen Pajak (DJP) mencatat terdapat 2.422 wajib pajak yang harus melakukan repatriasi harta Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Hal ini sesuai dengan komitmen yang disampaikan melalui Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).

Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Aim Nursalim Saleh mengatakan otoritas melakukan pemantauan terhadap kepatuhan wajib pajak tersebut setelah memperoleh data dan informasi tentang repatriasi tersebut.

"Kami akan pantau dan akan ditindaklanjuti. Bagi yang mengikuti maka akan terus ikut PPS. Bagi yang tidak, nanti akan ditindaklanjuti oleh AR dan diperhitungkan PPh finalnya," katanya. (DDTCNews)

Data Perbankan

Sementara itu, Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut DJP membutuhkan data dari pihak perbankan guna mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam melakukan repatriasi harta PPS. Jika tidak ada aral melintang, data perbankan akan diterima DJP pada bulan depan.

"Kami harus mencari informasi yang sebanding dari perbankan yang menerima repatriasi peserta PPS. Kalau cash kan tidak ditenteng, pasti lewat bank," ujarnya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Penerimaan Bea dan Cukai

Dirjen Bea dan Cukai Askolani meyakini penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun ini akan kembali melampaui target seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Askolani mengatakan realisasi penerimaan bea dan cukai hingga Agustus 2022 sudah mencapai Rp206,2 triliun atau 69% dari target Rp299 triliun. Menurutnya, penerimaan tersebut akan terus bertambah dan berpotensi menembus target yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022.

"Kami optimistis penerimaan dari bea dan cukai pada 2022 bisa mencapai Rp300 triliun lebih, sama dengan yang telah dilakukan pada 2021," katanya. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.