Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Implementasi pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) makin memudahkan Ditjen Pajak (DJP) untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak.
Setelah satu bulan integrasi NIK-NPWP berjalan, topik terkait dengan hal ini ternyata masih menarik perhatian netizen.
Otoritas menyampaikan, pemanfaatan NIK sebagai NPWP memungkinkan data dan informasi dari instansi lain bisa disandingkan dengan laporan wajib pajak tanpa perlu upaya berlebih.
"Pada saat mengumpulkan data, kami dapat NIK. ID-nya sama, sudah. Tidak perlu ada effort, baik di instansi lain maupun di kami. Data itu mau dari manapun akan melekat pada 1 NIK. Jadi lebih memudahkan dari sisi pengawasan," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi.
DJP menambahkan kepatuhan sukarela wajib dalam sistem self-assessment harus dibarengi dengan pengawasan kepatuhan berbasis pada data yang valid. Bila wajib pajak mengetahui bahwa DJP memiliki data dan dapat melakukan pengawasan, lanjutnya, wajib pajak tersebut nantinya akan secara otomatis lebih patuh dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya.
"Harus ada pengawasan, harus ada data. Voluntary compliance itu tidak bisa langsung tanpa ada counter dari data yang dibangun dari NIK tadi," ujarnya.
Baca artikel lengkapnya, NIK Sebagai NPWP Permudah DJP Awasi Wajib Pajak.
Selain urusan pengawasan, warganet juga menaruh perhatian pada wacana pemerintah menyetop program pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) di daerah.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah untuk tidak lagi menggelar kebijakan pemutihan atas denda pajak kendaraan. Alasannya, pemutihan PKB bukannya meningkatkan kepatuhan wajib pajak tetapi justru malah mendorong pemilik kendaraan menunda-nunda pembayaran pajaknya.
"Masyarakat malah menunggu pemutihan, ada pemutihan yang rutin ditunggu sehingga masyarakat menunda pembayarannya. Oleh karena itu, pemutihan diharapkan tidak perlu dilakukan lagi," ujar Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni.
Ketimbang terus menerus menyelenggarakan pemutihan, Fatoni meminta pemda untuk memperbaiki pelayanan agar masyarakat mudah membayar pajak dan terdorong untuk melaksanakan kewajibannya tersebut.
Sanksi juga perlu disiapkan bagi pemilik kendaraan yang tidak membayar PKB. Adapun salah satu sanksi yang sedang disiapkan adalah penghapusan data registrasi kendaraan bermotor dengan STNK mati selama 2 tahun.
Bagaimana wacana lengkapnya? Baca Siap-Siap! Kemendagri Minta Pemda Setop Pemutihan Pajak Kendaraan.
Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah pemberitaan menarik lainnya. Berikut adalah 5 artikel terpopuler dalam sepekan yang sayang untuk dilewatkan:
1. Penting! DJP Peringatkan Ada Konsekuensi Jika Utang Pajak Tak Dilunasi
DJP kembali mengingatkan wajib pajak tentang konsekuensi yang akan dihadapi apabila menanggung utang pajak yang tidak kunjung dilunasi.
DJP menjelaskan otoritas dapat melakukan tindakan penagihan aktif terhadap utang pajak yang belum dibayar. Proses penagihan tersebut tidak berjalan sekali, tetapi melalui beberapa tahapan dari awal hingga tahap akhir.
"Bentuk penagihan aktif ini adalah upaya penegakan hukum pajak dan merupakan pemberlakuan prinsip keadilan dalam pembayaran pajak," tulis DJP.
DJP menjelaskan proses penagihan dimulai dari adanya dasar penagihan yang terdiri atas Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan), putusan banding, dan putusan peninjauan kembali.
Jatuh tempo dasar penagihan yakni 1 bulan sejak produk hukum tersebut diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu tersebut wajib pajak tidak mengajukan permohonan angsuran/penundaan dan tidak melunasi hingga jatuh tempo, setelah lewat waktu 7 hari sejak jatuh tempo akan dikeluarkan surat teguran.
Bagaimana sanksi selanjutnya? Klik artikel lengkapnya pada judul.
2. Suami Meninggal, Bagaimana NPWP & Tunggakan Pajaknya? Begini Kata DJP
DJP menjelaskan perlakuan pajak terhadap seorang suami sebagai wajib pajak orang pribadi yang sudah meninggal dunia.
Apabila wajib pajak yang dimaksud tidak meninggalkan warisan, NPWP atas nama si suami bisa diajukan penghapusan. DJP menegaskan bahwa NPWP tersebut tidak bisa diubah menjadi NPWP istri.
"Silakan istri untuk melakukan pendaftaran NPWP untuk dirinya sendiri," cuit @kring_pajak.
Sebaliknya, apabila si suami meninggalkan warisan maka NPWP tersebut diubah menjadi NPWP Warisan Belum Terbagi. Selanjutnya, NPWP akan dilakukan penghapusan jika warisannya telah terbagi.
3. Sinyal Kuat Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2023, Begini Penjelasan DJBC
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mengisyaratkan pemerintah akan kembali menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau rokok pada tahun depan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan tarif cukai rokok akan terus dievaluasi dengan mempertimbangkan sejumlah variabel. Misalnya, mengenai pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.
"Dilihat dari variabelnya begitu [akan terjadi kenaikan]," katanya, Rabu (10/8/2022).
Nirwala mengatakan pemerintah akan berhati-hati dalam menetapkan kebijakan mengenai tarif cukai rokok. Dalam hal ini, pemerintah memiliki setidaknya 4 pertimbangan dalam menentukan besaran kenaikan tarifnya. Apa saja? Yuk, baca artikel lengkapnya dengan meng-klik tautan pada judul.
4. Dirjen Pajak Evaluasi Pemanfaatan Insentif PPnBM DTP dan PPN Rumah DTP
Ditjen Pajak Suryo Utomo menyatakan pemerintah akan terus mengevaluasi kebijakan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil ditanggung pemerintah (DTP) dan pajak pertambahan nilai (PPN) rumah DTP.
Suryo mengatakan pemanfaatan kedua insentif itu relatif kecil hingga Juli 2022. Realisasi pemanfaatan insentif PPnBM mobil DTP tercatat hanya Rp385 miliar atau 23% dari pagu Rp1,66 triliun, sedangkan PPN rumah DTP Rp104 miliar atau 6,1% dari pagu Rp1,7 triliun.
"Jadi yang memanfaatkan sepertinya tidak seperti yang kita ekspektasikan dari awal," katanya dalam konferensi pers APBN Kita.
Suryo mengatakan DJP juga mengamati kinerja sektor otomotif dan properti yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data tersebut, diketahui sektor konstruksi pada semester I/2022 mengalami pertumbuhan 8,1%, sedangkan real estat tumbuh 4,8%.
5. Faktur Pajak Dinyatakan Terlambat Dibuat, Begini Konsekuensinya
Pengusaha kena pajak (PKP) harus membuat faktur pajak sesuai dengan tanggal seharusnya faktur pajak dibuat. Apabila tanggal pada faktur pajak melewati saat seharusnya faktur pajak dibuat maka faktur pajak tersebut dinyatakan terlambat dibuat.
Merujuk pada Pasal 3 ayat (2) PER-03/PJ/2022, faktur pajak harus dibuat pada: saat penyerahan BKP/JKP, saat diterimanya pembayaran dalam hal pembayaran dilakukan sebelum penyerahan BKP/JKP, saat penerimaan pembayaran termin, saat ekspor, atau saat lain yang diatur dalam peraturan di bidang PPN.
"PKP yang membuat faktur pajak [terlambat dibuat] dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)," bunyi Pasal 32 ayat (2) PER-03/PJ/202. (sap)