Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu saat memberikan paparan.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi kinerja APBN sampai dengan Juli 2022 masih mengalami surplus senilai Rp106,1 triliun. Angka tersebut setara 0,57% dari produk domestik bruto (PDB).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan surplus itu terjadi karena pendapatan negara masih tumbuh cukup baik. Hingga Juli 2022, pendapatan negara mencapai Rp1.551 triliun dan belanja negara sejumlah Rp1.444,8 triliun.
"Tren yang kita dapatkan sekarang adalah dengan pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi sehingga sampai akhir Juli 2022 kita masih hadapi surplus, bukan defisit untuk APBN-nya," katanya, Senin (8/8/2022).
Febrio menuturkan surplus APBN tersebut melanjutkan tren dari yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya. Surplus hingga Juli 2022 tersebut bahkan lebih tinggi ketimbang posisi akhir Juni 2022 yang senilai Rp73,6 triliun.
Melalui Perpres 98/2022, defisit APBN 2022 yang semula dirancang Rp868 triliun atau 4,85% PDB, kini diturunkan menjadi Rp840 triliun atau 4,5% PDB. Menurut proyeksi pemerintah, realisasi defisit hingga akhir tahun hanya Rp732,2 triliun atau 3,92% dari PDB.
Dalam paparannya, Febrio menyebut pendapatan negara hingga Juli 2022 mengalami pertumbuhan hingga 21,2%. Secara nominal, angkanya yang senilai Rp1.551 triliun utamanya ditopang penerimaan perpajakan.
Penerimaan perpajakan tercatat Rp1.213,5 triliun, terdiri atas penerimaan pajak Rp1.028,5 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp185,1 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp337,1 triliun.
Dari sisi belanja, realisasinya sudah mencapai Rp1.444,8 triliun. Realisasi tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp1.031,2 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa sejumlah Rp413,6 triliun.
Menurut Febrio, APBN bakal tetap mengalami defisit meski pendapatan negara diperkirakan terus tumbuh. Hal ini dikarenakan belanja negara juga meningkat, termasuk untuk pembayaran subsidi energi serta kompensasi harga BBM dan kompensasi tarif listrik.
"Ini akan terus kita pantau apakah kita bisa menjaga pendapatan negaranya tetap tumbuh kuat dan belanjanya juga harus kita pastikan digunakan secara seefisien mungkin dengan spending better," ujarnya. (rig)