Presiden Jokowi. (tangkapan layar)
BOGOR, DDTCNews - Masyarakat barangkali boleh mengencangkan sabuk pengaman. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti soal kondisi perekonomian dunia yang menurutnya 'mengerikan'.Â
Jokowi mengungkapkan bahwa pernyataannya itu bukan datang dari diri sendiri. Malah, ujarnya, pandangan yang menyampaikan 'ekonomi sedang tidak baik-baik saja' itu disampaikan para pemimpin dunia seperti Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres hingga para kepala negara G-7.Â
"Beliau-beliau menyampaikan tahun ini kita akan sangat sulit. Tahun ini kita akan sulit. Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia," ujar Presiden Jokowi dalam Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD 2022 di Sentul, Jumat (5/8/2022).Â
Jokowi juga mengutip penjelasan International Monetary Fund (IMF) yang menyampaikan dampak dari gejolak global akan dirasakan banyak negara. Di tengah anjloknya ekonomi, tingkat inflasi justru meroket. Gelombang ini, menurut presiden, menjalar ke banyak negara termasuk negara di Eropa, Singapura, Australia, dan Amerika Serikat.Â
"Pertumbuhan ekonominya turun, tetapi inflasinya naik, harga-harga barang semuanya naik. Inilah kondisi yang sangat kalau boleh saya sampaikan, dunia sekarang ini sudah pada kondisi yang mengerikan," ujar Jokowi.Â
Merespons hal ini, Jokowi menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap menjadi shock absorber alias bantalan dalam menahan guncangan gejolak ekonomi. Pemerintah masih memiliki kemampuan menyalurkan subsidi untuk menahan harga barang seperti BBM bisa tetap dijangkau masyarakat.Â
"Inilah sekarang yang dikendalikan oleh pemerintah. Dengan apa? Dengan subsidi. Karena begitu harga bensin naik, harga barang otomatis langsung melompat bersama-sama. Pemerintah mengeluarkan anggaran subsidi yang tidak kecil Rp502 triliun. Tidak ada negara berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan oleh Indonesia," kata Jokowi.
Kementerian Keuangan mencatat total realisasi subsidi serta kompensasi BBM dan listrik hingga Juni 2022 sudah mencapai Rp201,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kompensasi dan subsidi diperlukan untuk menahan laju inflasi. Untuk kompensasi BBM dan listrik, pemerintah sudah mengucurkan Rp104,8 triliun dan realisasi subsidi sudah mencapai Rp96,4 triliun.
"Apabila di-passthrough, [kenaikan harga] itu akan sangat mengguncang dari sisi inflasi seperti yang terjadi di berbagai negara. Untuk itu, kompensasi dan subsidi diperlukan," katanya.
Tahun ini, pembayaran kompensasi BBM dan listrik diekspektasikan mencapai Rp293,5 triliun. Lalu, belanja subsidi ditargetkan mencapai Rp283,7 triliun atau naik 62% dibandingkan dengan realisasi subsidi pada tahun sebelumnya. (sap)