Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kiri) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/5/2022). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.
Â
JAKARTA, DDTCNews - Postur makro fiskal 2023Â belum sepenuhnya memperhitungkan dampak kenaikan harga komoditas yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Postur anggaran itu disampaikan pemerintah kepada DPR melalui KEM-PPKF 2023.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencontohkan nominal belanja negara yang mencapai Rp2.795,9 triliun hingga Rp2.993,4 triliun masih belum memasukkan faktor subsidi kompensasi.
"Ini belum memasukkan faktor seperti subsidi kompensasi yang tahun ini saja bisa naik mendekati Rp400 triliun. Ini adalah postur di mana faktor komoditas mungkin masih akan memengaruhi," ujar Sri Mulyani, Selasa (31/5/2022).
Usulan pendapatan negara yang senilai Rp2.266,7 triliun hingga Rp2.398,8 triliun juga masih belum sepenuhnya mempertimbangkan sensitivitas pendapatan negara terhadap perubahan harga komoditas.
"Kita harus berhati-hati dalam mendesain [postur anggaran] sebelum kita menyampaikan pada RAPBN 2023," ujar Sri Mulyani.
Terlepas dari faktor-faktor tersebut, pemerintah tetap berkomitmen untuk menurunkan defisit anggaran dan defisit keseimbangan primer pada tahun depan.
Defisit anggaran diusulkan senilai Rp529,2 triliun hingga Rp594,6 triliun atau 2,61% hingga 2,9% dari PDB. Defisit keseimbangan primer juga ditargetkan senilai Rp93,5 triliun hingga Rp133,5 triliun.
Tak hanya untuk memenuhi amanat UU 2/2020, penurunan defisit anggaran juga merupakan bentuk antisipasi atas kenaikan cost of fund yang diproyeksikan terjadi pada tahun depan.
"Kita ingin menekan size pembiayaan karena lingkungan global terutama dari sisi volatilitas dan cost of fund memang lebih tinggi. Oleh karena itu defisit harus dijaga pada level yang sangat prudent," ujar Sri Mulyani.
Dengan defisit anggaran sebesar 2,61% hingga 2,9% dari PDB, rasio utang pada tahun depan diperkirakan mencapai 40,58% hingga 42,42% dari PDB. (sap)