Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengaku telah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pemeriksaan yang dilakukan DJP pada 2016 hingga 2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan temuan BPK yang tercantum pada IHPS II/2021 telah disampaikan ke setiap unit yang terkait.
"DJP telah menyusun pedoman teknis, pembekalan kepada fungsional pemeriksa pajak dan melakukan review untuk jenis pemeriksaan serupa," ujar Neilmaldrin, Senin (30/5/2022).
Direktorat Kepatuhan Internal DJP dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan juga telah melakukan monitoring bersama atas kegiatan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pegawai DJP.
Untuk diketahui, BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pemeriksaan yang dilakukan DJP pada 2016 hingga 2020. Hasilnya, BPK mencatat ada 14 temuan dan 15 permasalahan dalam pemeriksaan pajak yang dilakukan DJP pada kurun waktu tersebut.
Beberapa pemeriksaan yang ditemukan BPK contohnya adalah adanya pemeriksaan yang dilakukan DJP yang melebihi jangka waktu tapi belum diterbitkan surat ketetapan pajak.
Pemeriksaan akhirnya dihentikan karena wajib pajak mengikuti tax amnesty. Hal ini mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan senilai Rp244,82 miliar.
BPK juga menemukan adanya perbedaan jumlah kredit pajak masukan yang terdapat pada laporan hasil pemeriksaan pajak dengan kertas kerja pemeriksaan wajib pajak senilai Rp119,29 miliar. Alhasil, kredit pajak masukan senilai Rp119,29 miliar tidak dapat diyakini validitasnya.
Terakhir, BPK mencatat adanya kekurangan penetapan pajak atas transaksi ekspor impor PT C1 senilai Rp49,14 miliar. Masalah tersebut timbul karena nilai penyerahan ekspor impor pada SPT tidak sesuai dengan nilai PEB dan PIB. (sap)