Ilustrasi.
WASHINGTON D.C., DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) memperkirakan Pilar 1: Unified Approach tak akan menghasilkan tambahan penerimaan pajak yang signifikan, melainkan hanya merealokasikan penerimaan pajak dari suatu yurisdiksi ke yurisdiksi yang lain.
Sebagaimana dituliskan oleh IMF pada Fiscal Monitor edisi April 2022, Pilar 1 diperkirakan hanya akan berlaku atas kurang lebih 140 perusahaan multinasional dan hanya menghasilkan basis pajak baru sebesar 2% dari laba global.
"Penerimaan perusahaan pada negara-negara investment hub akan direalokasikan ke negara lain. Pilar 1 menghasilkan tambahan penerimaan masing-masing sebesar 0,7% dan 0,9% bagi negara berpenghasilan rendah dan negara maju," tulis IMF, dikutip Kamis (21/4/2022).
Walau tergolong rendah, IMF menyampaikan tambahan penerimaan pajak yang dihasilkan dari Pilar 1 masih setara dengan penerima pajak yang dihasilkan dari pajak digital atau digital services tax (DST) yang banyak diterapkan oleh beberapa yurisdiksi sebelum konsensus tercapai.
IMF menganggap realokasi laba korporasi multinasional berdasarkan Pilar 1 masih lebih baik bila dibandingkan dengan DST yang hanya ditargetkan atas sektor digital saja.
DST yang sempat diterapkan secara unilateral oleh beberapa yurisdiksi dianggap tak efisien dan membebani perusahaan teknologi yang masih mengalami kerugian.
Implikasinya, DST akan menjadi disinsentif atas investasi. DST juga tidak adil karena pajak efektif yang ditanggung perusahaan dengan laba besar akan relatif cenderung lebih rendah akibat penerapan pajak tersebut.
Untuk diketahui, Pilar 1 adalah ketentuan realokasi hak pemajakan ke yurisdiksi pasar yang berlaku hanya atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.
Dengan Pilar 1, 25% dari residual profit yang diterima perusahaan multinasional akan direalokasikan kepada yurisdiksi pasar dan menjadi hak pemajakan yurisdiksi-yurisdiksi tersebut.
Dalam laporan IMF sebelumnya yang berjudul Digitalization and Taxation in Asia, negara-negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia, dan India hanya mendapatkan tambahan penerimaan yang minim dari Pilar 1. Hal ini tidak terlepas dari adanya threshold pendapatan sebesar EUR20 miliar yang membuat perusahaan yang tercakup Pilar 1 menjadi minim. (sap)