Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan PPh dan PPN atas teknologi finansial atau fintech perlu diatur untuk memberikan kepastian hukum terhadap perlakuan pajak pada sektor tersebut.
Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan fintech selama ini menjalankan fungsi yang mirip dengan bank. Namun, terdapat beberapa karakteristik fintech yang berbeda dengan bank.
Sebagai contoh, bank dan fintech sama-sama menjalankan transaksi pinjam meminjam. Bedanya, risiko atas kredit yang disalurkan oleh bank adalah risiko yang ditanggung oleh pihak perbankan.
"Bedanya dengan fintech, mereka hanya fasilitator. Maka mestinya perlakuannya agak berbeda," ujar Bonarsius dalam webinar yang diselenggarakan oleh Intact UK, Kamis (14/4/2022).
Oleh karena terdapat aktivitas penyaluran pinjaman, terdapat PPh yang seharusnya terutang dari bunga pinjaman yang diterima oleh pemberi pinjaman. "Bunga adalah objek Pasal 23 [UU PPh], di situ muncul untuk konteks fintech ini," ujar Bonarsius.
Sesuai dengan Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), platform fintech pun ditunjuk membuat bukti potong dan menyetorkan PPh yang telah dipotong ke DJP.
Adapun PPh yang dikenakan adalah PPh Pasal 23 atas bunga dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga. PPh Pasal 23 berlaku bila penerima penghasilan adalah wajib pajak dalam negeri dan BUT.
Bila wajib pajak penerima penghasilan adalah wajib pajak luar negeri selain BUT, pajak yang dikenakan adalah PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% atau sesuai dengan P3B. (sap)