KEBIJAKAN PAJAK

Ramai MotoGP, Penghasilan Pawang Hujan Jadi Objek Pajak? Ini Kata DJP

Dian Kurniati
Senin, 21 Maret 2022 | 10.45 WIB
Ramai MotoGP, Penghasilan Pawang Hujan Jadi Objek Pajak? Ini Kata DJP

Pawang hujan Rara Isti Wulandari (tengah) melakukan ritual saat hujan mengguyur Pertamina Mandalika International Street Circuit, Lombok Tengah, NTB, Minggu (20/3/2022). ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) turut berkomentar terkait ramainya perbincangan publik mengenai pawang hujan yang hadir dalam gelaran MotoGP Mandalika 2022, kemarin.

Hal itu bermula dari seorang warganet yang menanyakan ketentuan pajak atas penghasilan sang pawang hujan. Pertanyaan itu ditulis sebagai komentar atas video yang diunggah akun resmi @MotoGP sambil menandai akun akun @kring_pajak milik DJP.

"Halo DJP @kring_pajak, jasa pawang hujan begini penghasilannya dipotong [pajak], tidak?" tulis @Bou_Chacha, dikutip Senin (21/3/2022).

Mendapat pertanyaan tersebut, DJP melalui akun @kring_pajak menjelaskan pajak akan dikenakan atas penghasilan yang masuk dalam definisi objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh). Pasal tersebut mendefinisikan objek pajak sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

Dalam hal ini, tambahan kemampuan ekonomis tersebut juga dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Salah satu bentuknya yakni penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

"Selama penghasilannya masuk ke definisi objek pajak (penghasilan) sesuai Pasal 4 ayat (1) UU PPh, maka bisa dikenakan PPh," bunyi jawaban @kring_pajak.

Kemudian, DJP menjelaskan terdapat ketentuan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang diatur pada Pasal 7 UU PPh. PTKP dapat diartikan sebagai jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak.

PTKP menjadi salah satu komponen pengurang penghasilan neto pada wajib pajak orang pribadi dalam negeri untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak.

"PPh akan dikenakan apabila penghasilan diatas PTKP ya, Kak," bunyi cuitan @kring_pajak.

Ketentuan mengenai besarnya PTKP diatur dalam PMK 101/2016, yakni Rp54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi; Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin; Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami; serta Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.