Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang telah menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) akan mendapatkan surat keterangan pengungkapan harta bersih dari Ditjen Pajak (DJP).
Didefinisikan pada Pasal 1 angka 18 PMK 196/2021, surat keterangan pengungkapan harta bersih adalah bukti keikutsertaan wajib pajak dalam program pengungkapan sukarela (PPS).
"Atas penyampaian SPPH ... Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak menerbitkan surat keterangan secara elektronik kepada wajib pajak paling lama 1 hari kerja sejak SPPH disampaikan," bunyi Pasal 10 ayat (7) PMK 196/2021, dikutip Kamis (30/12/2021).
Surat keterangan pengungkapan harta bersih yang diterbitkan oleh DJP mulai dari nama dan alamat wajib pajak peserta PPS serta nilai harta bersih yang diungkapkan dan PPh final yang dikenakan atas harta bersih tersebut.
Bila wajib pajak menyampaikan SPPH sebanyak 2 kali atau lebih, maka surat keterangan pengungkapan harta bersih yang kedua dan seterusnya akan membatalkan surat keterangan yang telah diterbitkan sebelumnya.
Bila wajib pajak melalukan pencabutan SPPH, wajib pajak juga akan mendapatkan surat keterangan yang membuktikan wajib pajak telah tidak ikut serta dalam PPS.
Dengan surat keterangan tersebut, maka wajib pajak dianggap tidak mengungkapkan harta bersih dan juga tidak dapat menyampaikan SPPH kembali kepada DJP.
Selain itu, ketentuan pada Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 22 ayat (1) PMK 196/2021 tidak berlaku atas wajib pajak yang bersangkutan.
Pasal 4 PMK 196/2021 adalah pasal yang membatalkan sanksi Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak bagi wajib pajak yang mengikuti kebijakan I PPS. Pasal 8 PMK 196/2021 adalah pasal yang menetapkan tidak diterbitkannya ketetapan pajak atas kewajiban pajak tahun pajak 2016 hingga 2020 bagi peserta kebijakan II PPS.
Adapun Pasal 22 ayat (1) PMK 196/2021 adalah ayat yang mengatur tentang tidak dapat digunakannya data dan informasi dari SPPH sebagai dasar untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan/atau pidana terhadap wajib pajak. (sap)