Menteri Keuangan Sri Mulyani. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) mengatur ulang tarif maksimal pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor.
Pada Pasal 10 ayat (1) RUU HKPD, tarif maksimal PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama ditetapkan paling tinggi 1,2% atau lebih rendah dari tarif maksimal UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar 2%.
Tarif PKB tersebut disesuaikan seiring dengan ditetapkannya opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) sebagai jenis pajak baru yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten (pemkab) atau pemerintah kota (pemkot).
"Pemerintah meningkatkan kapasitas pemda melalui mekanisme opsen PKB dan BBNKB dengan tarif 66% untuk kabupaten dan kota. Ini tidak menambah beban wajib pajak," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (7/12/2021).
Lalu, pemerintah juga menyesuaikan tarif maksimal bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) seiring dengan adanya pengenaan opsen atas pajak tersebut. Tarif maksimal BBNKB ditetapkan 12%, lebih rendah dari tarif maksimal BBNKB pada UU PDRD sebesar 20%.
“Pemerintah berharap pemkab/pemkot dapat meningkatkan kemandirian daerahnya. Ini juga untuk menjawab aspirasi berbagai pandangan yang menghendaki agar pemkab dan pemkot dapat memungut PKB khusus roda dua," ujar Sri Mulyani.
Untuk diketahui, opsen didefinisikan sebagai pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen PKB dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB, sedangkan opsen BBNKB dikenakan atas pokok BBNKB.
Selain opsen PKB dan BBNKB yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, RUU HKPD juga mengatur tentang opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) dengan tarif sebesar 25%.
Opsen akan dipungut secara bersamaan dengan pajak yang dikenai opsen. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan opsen akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP). (rig)