Anggota Komisi XI DPR mengikuti rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9/2021). Raker itu membahas Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Satu lagi rancangan Undang-Undang (UU) menuju babak akhir pembahasan. Setelah namanya diubah dari RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), rancangan beleid itu segera dibawa ke paripurna.
Namun, masih ada pekerjaan rumah lain yang menunggu untuk segera dirampungkan. Salah satunya, pembahasan RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Bagaimana nasibnya saat ini? Pemerintah dan DPR masih berkomitmen untuk melanjutkan pembahasannya.
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan saat ini masih terdapat beberapa klausul di dalam RUU HKPD yang masih dalam tahap pembahasan.
"Intinya kita ingin dengan adanya RUU HKPD ini desentralisasi fiskal benar-benar dapat mengatasi ketimpangan antara pusat dan daerah," ujar Anis, Rabu (6/10/2021).
Untuk diketahui, RUU HKPD yang diusulkan oleh pemerintah mengubah banyak aspek mengenai perimbangan keuangan hingga perpajakan daerah. Bila berlaku, RUU HKPD rencananya akan mencabut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Mengenai pajak daerah, pemerintah mengusulkan penguatan penerimaan daerah melalui peningkatan local taxing power. Melalui rancangan aturan itu, pemprov bakal memiliki kewenangan untuk memungut pajak alat berat dan opsen atas pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).
Di sisi lain, pemkab/pemkot akan akan memiliki kewenangan untuk memungut opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Tak hanya itu, 5 jenis pajak yang selama ini menjadi kewenangan pemkab/pemkot yakni pajak restoran, pajak hiburan, pajak hotel, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan akan diintegrasikan dalam 1 jenis pajak baru yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).
Mengenai transfer ke daerah, RUU HKPD bakal banyak mengubah ketentuan DAU pada UU 33/2004. Pada RUU HKPD, DAU diusulkan dialokasikan berdasarkan celah fiskal. Celah fiskal sendiri adalah selisih antara kebutuhan fiskal daerah dan potensi pendapatan daerah. Hal ini berbeda dengan ketentuan pada UU 33/2004 yang menetapkan DAU berdasarkan pada celah fiskal dan alokasi dasar.
DAU juga tidak menjadi block grant murni pada RUU HKPD. Bagi daerah yang memiliki kinerja baik dalam pencapaian standar pelayanan minimum (SPM), maka pemda akan diberikan keleluasaan dalam mengelola DAU. Namun, bila daerah memiliki kinerja sedang atau rendah maka sebagian DAU akan diarahkan sebagai specific grant.
Selain itu, RUU HKPD juga menghapus ketentuan pagu DAU minimal sebesar 26% dari pendapatan dalam negeri neto yang saat ini masih terdapat pada UU 33/2004. (sap)