Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) segera menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai hak dan kewajiban yang belum tersaji lengkap di dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan selama ini pihaknya selalu berpedoman kepada standar akuntansi pemerintahan (SAP) dalam melakukan pengakuan terhadap penghasilan serta kewajiban. Sesuai dengan SAP, pengakuan terhadap penghasilan dan kewajiban dilakukan berdasarkan sistem akuntansi kas atau cash basis.
Saat ini, ujar Suryo, otoritas terlibat dalam diskusi untuk menggeser metode pengakuan dari cash basis menjadi accrual basis. "Kemarin ada diskusi mengenai pengakuan ini menjadi akrual, tapi belum selesai. Kami tindak lanjuti di Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP)," ujar Suryo, Kamis (2/9/2021).
Merujuk pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2020, BPK memandang pemerintah tidak dapat menyajikan sepenuhnya hak negara minimal sebesar Rp21,57 triliun dan US$8,26 juta, serta kewajiban negara sebesar Rp16.59 triliun melalui LKPP 2020.
Menurut BPK, pemerintah masih belum sepenuhnya memedomani SAP dalam menyusun LKPP. Pemerintah juga dipandang masih belum mengatur kebijakan pajak yang mengungkapkan seluruh transaksi pajak yang disinkronkan dengan SAP berbasis akrual.
Atas permasalahan tersebut, BPK mendorong pemerintah untuk tetap berpedoman kepada SAP dalam menyusun LKPP.
Pemerintah juga diminta untuk berkoordinasi dengan KSAP dalam menyusun dan merevisi kebijakan akuntansi pajak yang mencakup seluruh transaksi pajak.
Dengan adanya rekomendasi tersebut, pemerintah menerima rekomendasi BPK dan akan menindaklanjuti rekomendasi dengan tetap berpegang pada SAP. Pemerintah juga akan berkoordinasi dengan KSAP untuk merespons rekomendasi BPK. (sap)