Presiden Joko Widodo. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah akan memperhatikan dan menindaklanjuti semua rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020.
Jokowi mengatakan pandemi Covid-19 telah menjadi tantangan berat dalam pengelolaan keuangan negara tahun lalu. Pemerintah juga harus memperlebar defisit APBN dan menambah pembiayaan agar program penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi dapat berjalan.
"Pemerintah akan sangat memperhatikan rekomendasi-rekomendasi BPK dalam mengelola pembiayaan APBN," katanya ketika menerima LHP LKPP dan IHPS Semester II/2020 dari BPK, Jumat (25/6/2021).
Jokowi mengatakan APBN memiliki peran penting sebagai countercyclical untuk menangani pandemi sekaligus melindungi sosial dan ekonomi masyarakat. Menurutnya, pemerintah akan terus berupaya mengelola pembiayaan APBN secara hati-hati, kredibel, dan terukur di tengah pandemi Covid-19.
Jokowi menjelaskan pemerintah selalu menggunakan sumber pembiayaan yang aman dalam menutup defisit anggaran. Pelaksanaan pembiayaan defisit juga dilakukan secara responsif untuk mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi.
"Defisit anggaran dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman," ujarnya.
Jokowi mengaku senang BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas LKPP 2020 untuk kelima kalinya secara berturut-turut. Menurutnya, opini WTP tersebut menjadi pencapaian baik pada tahun yang berat akibat pandemi Covid-19.
Namun, Jokowi menegaskan predikat WTP bukanlah tujuan akhir karena pemerintah tetap harus menjaga pembelanjaan uang rakyat secara transparan dan akuntabel. Dia kemudian meminta para menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah menindaklanjuti semua rekomendasi BPK agar pengelolaan keuangan semakin baik.
Pada LHP 2020, BPK menyoroti kerentanan utang pemerintah dalam LKPP 2020 yang berkaitan erat dengan kesinambungan fiskal pemerintah. BPK menilai tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara sehingga ada kekhawatiran negara tidak mampu untuk membayarnya.
Pada 2020, realisasi pendapatan negara senilai Rp1.647,78 triliun atau mencapai 96,93% dari target, sedangkan belanja negara tercatat Rp2.595,48 triliun atau 94,75% dari pagu. Dengan realisasi tersebut, defisit anggaran dilaporkan mencapai Rp947,70 triliun atau 6,14% terhadap PDB. (kaw)