PERPAJAKAN INDONESIA

Ada Potensi Perbesar Peran Perempuan dalam Rezim Pajak Indonesia

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 21 April 2021 | 18.37 WIB
Ada Potensi Perbesar Peran Perempuan dalam Rezim Pajak Indonesia

Kepala Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung Romadhaniah dan Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Theresia Woro Damayanti dalam webinar bertajuk Perempuan dalam Rezim Perpajakan Indonesia. (tangkapan layar Zoom)

JAKARTA, DDTCNews – Dominasi perempuan sebagai pengelola usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berpeluang meningkatkan peranannya dalam rezim perpajakan indonesia. Kendati demikian, masih banyak tantangan yang perlu dihadapi guna memaksimalkan potensi yang ada.

Kepala Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung Romadhaniah mengatakan hal tersebut dalam webinar bertajuk Perempuan dalam Rezim Perpajakan Indonesia. Menurutnya, perempuan lebih banyak masuk ke sektor UMKM.

“Dari 60 juta UMKM yang terdaftar di Indonesia, lebih dari 60%-nya dikelola perempuan. Akan luar biasa jika peran perempuan dioptimalkan,” ujar Romadhaniah, Rabu (21/4/2021).

Romadhaniah juga menerangkan perbandingan jumlah pegawai laki-laki dan perempuan di Ditjen Pajak (DJP). Dia menyebut porsi perempuan yang menduduki jabatan eselon I-IV masih di bawah 30%. Sementara yang menjabat sebagai fungsional umum/pelaksana mencapai 42%.

Dalam kesempatan tersebut, Romadhaniah menguraikan tantangan isu gender yang dihadapi perempuan. Misalnya, stigma perempuan bukan pencari nafkah, keterbatasan waktu, patriarki, akses permodalan, dan minimnya edukasi.

Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Theresia Woro Damayanti mengatakan berdasarkan pada hasil penelitian, meskipun tidak dominan, perempuan memiliki kepatuhan pajak yang lebih tinggi ketimbang laki-laki.

Hal tersebut dilatarbelakangi karakteristik perempuan yang berbeda saat menempati posisi sebagai top management. Woro menyebut ada 4 karakteristik perempuan yang membuatnya lebih patuh.

Pertama, cenderung menghindari risiko. Kedua, cenderung menghindari denda karena dianggap sebagai pengeluaran tambahan. Ketiga, menghindari risiko pemeriksaan. Keempat, bersedia membantu negara dalam membantu meningkatkan kesejahteraan, termasuk dalam perpajakan.

Untuk itu, lanjut Woro, pembuat kebijakan perlu mendesain kebijakan pajak yang bisa memfasilitasi perempuan untuk meraih posisi top management atau memiliki bisnis. Misalnya, Pemerintah California mengharuskan firma publik setidaknya memiliki 1 wanita dalam tim manajemen.

Dalam kesempatan tersebut, Woro juga memaparkan mengenai karakteristik perempuan sebagai top management. Woro menyebut berdasarkan pada hasil penelitian, ada 4 karakteristik atau strategi perempuan yang unggul saat menempati posisi top management.

Pertama, menghasilkan kualitas laporan keuangan yang lebih baik. Kedua, lebih siap dalam mempersiapkan laporan tahunan. Ketiga, mengedepankan control dan governance yang lebih baik. Keempat, lebih bisa menyelaraskan kepentingan principal dan agent.

Woro selanjutnya memaparkan hasil penelitian mengenai posisi perempuan sebagai pemimpin. Perempuan yang menempati posisi top management Asia Pasifik, Afrika, serta Timur Tengah dan Afrika Utara cenderung kecil.

"Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, perempuan lebih banyak menjadi pemimpin di perusahaan kecil. Sementara itu, di perusahaan besar proporsinya lebih kecil," ungkapnya.

Sebagai informasi, webinar ini diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI UK) bekerja sama dengan Indonesian Tax Centre in the United Kingdom (Intact-UK). Webinar yang diselenggarakan untuk memeriahkan Hari Kartini ini dimoderatori PhD Candidate di University College London (UCL) dan Ketua Umum PPI UK Gatot Subroto. Simak ‘Soal Peran Perempuan dalam Sistem Pajak Indonesia, Ini Kata Praktisi’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Geovanny Vanesa Paath
baru saja
Pemerintah perlu mengakomodir peran perempuan dalam perpajakan Indonesia agar bisa semakin ditingkatkan, seperti membuat atau mengubah peraturan perpajakan yang sifatnya lebih netral terhadap gender maupun memberikan kemudahan bagi perempuan untuk bisa ikut berkecimpung lebih dalam pada dunia perpajakan di Indonesia.