Kepala BPS Suhariyanto memaparkan data kinerja neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2021. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2021 mengalami surplus US$2,0 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan surplus tersebut melanjutkan tren yang terjadi sejak tahun lalu. Surplus perdagangan pada Februari 2021 juga lebih besar dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang senilai US$1,96 miliar, tetapi lebih kecil dari Februari 2020 surplus US$2,51 miliar.
"Dengan memperhatikan pertumbuhannya, performa ekspor dan impor pada Februari 2021 boleh dibilang bagus," katanya melalui konferensi video, Senin (15/3/2021).
Suhariyanto mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut terjadi karena nilai ekspor pada Februari 2021 mencapai US$15,27 miliar atau turun 0,19% dibandingkan dengan ekspor Januari 2021. Sementara dibandingkan dengan kinerja pada Februari 2020, terjadi kenaikan 8,56% .
Impor pada Februari 2021 tercatat senilai US$13,26 miliar atau turun 0,49% dibandingkan dengan kinerja pada Januari 2021. Meski demikian, capaian impor itu mengalami kenaikan hingga 14,86% dibandingkan dengan kinerja pada Februari 2020.
Suhariyanto menilai kinerja ekspor dan impor makin baik pada Februari 2021. Kenaikan ekspor terjadi pada sektor pertanian sebesar 3,16%, industri 9,0%, dan tambang 7,53%.
Sementara pada sisi impor, kenaikan terjadi pada impor barang penolong atau bahan baku sebesar 11,53% serta barang modal 17,08%.
"Tentunya kita berharap peningkatan impor barang baku dan barang modal ini menunjukkan bahwa geliat industri dan investasi di Tanah Air mulai bergerak bagus," ujarnya.
Dia menambahkan data IHS Markit mengenai Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga menunjukkan tanda perekonomian nasional yang membaik. PMI Manufaktur pada Februari 2020 berada di level 50,9 atau tergolong ekspansif.
BPS mencatat negara tujuan ekspor nonmigas terbesar pada Februari 2021 yakni ke China senilai US$2,95 miliar, disusul AS US$1,86 miliar, dan Jepang US$1,20 miliar. Kontribusi ketiganya mencapai 41,77%.
Mengenai negara asal impor nonmigas, China menempati urutan pertama senilai US$3,92 miliar, diikuti Jepang US$933,4 juta dan Thailand US$673,4 juta. (kaw)