Sejumlah tanki berada di wilayah operasional ladang sumur minyak Blok Rokan areal kerja Rantau Bais di Kecamatan Tanah Putih Rokan Hilir, Riau, Selasa (4/2/2025). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/YU
JAKARTA, DDTCNews - Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas sangat bergantung pada beberapa parameter dalam asumsi dasar ekonomi makro yang fluktuatif. Mereka adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP), lifting migas, dan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Selain 3 hal itu, ada satu faktor lain yang ikut memengaruhi PNBP migas, yakni besaran cost recovery yang pada akhirnya berdampak pada gross revenue sebuah kontraktor migas.
"Besaran PNBP sektor migas sangat rentan akan perubahan dan dipengaruhi beberapa parameter yang berfluktuasi. Juga faktor-faktor alam yang di luar kendali kita," ujar Koordinator Penerimaan Negara dan Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Migas Kementerian ESDM Yohannes Martin Dreisohn Hasugian.
Dokumen Arah Kebijakan PNBP SDA Migas dalam KEM-PPKF 2025 menyebutkan bahwa sektor migas sempat mendominasi PNBP periode 2019-2023, terutama akibat kenaikan harga minyak bumi sepanjang 2020-2022.
Di sisi lain, lifting minyak bumi cenderung mengalami penurunan yang disebabkan kondisi sumur minyak yang sudah tua dan kurang produktif.
Karenanya, Yohannes menambahkan, Kementerian ESDM bersama dengan SKK Migas, BPMA, dan seluruh KKKS berusaha untuk dapat mempertahankan dan atau meningkatkan produksi migas.
Caranya, antara lain dengan melakukan percepatan pengembangan lapangan baru, melakukan percepatan produksi di lapangan-lapangan baru dan lama, serta mengoptimalkan perolehan minyak dari cadangan minyak yang ada pada lapangan-lapangan yang telah beroperasi.
Nah, optimalisasi produksi minyak di lapangan tua itu dilakukan melalui peningkatan manajemen cadangan minyak, peningkatan keandalan fasilitasi produksi dan sarana penunjang untuk meningkatkan efisiensi, serta mengupayakan peningkatan cadangan melalui kegiatan eksplorasi dan penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR).
Yohannes juga berharap peran dan dukungan pemerintah daerah dalam membantu proses perizinan maupun pelaksanaan kegiatan hulu migas untuk mendorong realisasi lifting migas.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari sektor migas senilai US$13,03 miliar atau setara Rp208,48 triliun pada 2025.
Total penerimaan dari sektor migas itu mencakup penerimaan PPh migas, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas, serta selisih harga DMP dengan fee KKKS (PNBP lainnya). Khusus PNBP migas, targetnya dipatok Rp112,2 triliun pada 2025 ini. (sap)