UJI MATERIEL

AAJI akan Ajukan Uji Materiel UU PPh yang Diubah UU Cipta Kerja

Muhamad Wildan
Minggu, 14 Maret 2021 | 07.01 WIB
AAJI akan Ajukan Uji Materiel UU PPh yang Diubah UU Cipta Kerja

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) berencana untuk mengajukan uji materiel atas Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh yang diubah melalui UU 11/2021 tentang Cipta Kerja.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan perubahan Pasal 4 ayat (3) huruf e mengenai pengecualian pembayaran perusahaan asuransi dari objek pajak tersebut cenderung kontraproduktif terhadap tumbuh kembang industri asuransi jiwa.

"Sebagaimana diketahui, industri asuransi jiwa itu masih kecil tingkat penetrasi dan densitasnya. Mestinya dikembangkan dan ditopang dengan kebijakan yang sifatnya membantu," ujar Togar, Jumat (12/3/2021).

Seperti diketahui, pada Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja mengatur pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa dikecualikan dari objek pajak.

Dengan demikian, hanya pembayaran dari perusahaan asuransi yang dilakukan karena kondisi itu saja yang dikecualikan dari objek pajak. Asuransi dwiguna yang dahulu dikecualikan dari objek pajak juga dihapus pada Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh yang direvisi melalui UU Cipta Kerja ini.

Dengan perubahan pada pasal tersebut, maka akan ada pembayaran dari perusahaan asuransi yang dahulu bukan objek pajak menjadi objek pajak. Togar mencontohkan, ada seorang nasabah yang berencana melaksanakan umroh pada 5 tahun yang akan datang.

Nasabah tersebut membeli asuransi jiwa endowment dengan kontrak 5 tahun. Biaya umroh dicontohkan sebesar Rp25 juta dan perusahaan asuransi mengenakan premi sebesar Rp4 juta.

Ketika kontrak asuransi jiwa endowment tersebut berakhir, nasabah akan memperoleh Rp25 juta dengan perincian total premi sebesar Rp20 juta dan gain sebesar Rp5 juta.

"Rp5 juta gain tersebut menurut UU Cipta Kerja dikenakan PPh walaupun tujuan nasabah untuk aktivitas keagamaan. Ini karena UU Cipta Kerja yang tidak dikenakan pajak adalah untuk yang meninggal, sakit, kecelakaan, dan beasiswa," ungkapnya.

Menurut Togar, hal ini tidak hanya membebani wajib pajak selaku nasabah, melainkan juga perusahaan asuransi. Togar mengatakan perusahaan asuransi harus menyiapkan sistem IT guna mematuhi ketentuan baru ini. Hal ini menambah biaya bagi perusahaan asuransi.

Togar mengatakan AAJI akan mengajukan permohonan uji materiie kepada Mahkamah Konstitusi (MK) secepat mungkin. "Perusahaan sudah banyak yang ditanyai pemegang polis. Perusahaan juga perlu kepastian untuk menyiapkan sistemnya bila memang UU harus diterapkan," ujarnya. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.