Pekerja menggarap proyek MRT Fase II Bundaran HI-Harmoni di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Rabu (3/2/2021). LPEM FEB UI mengungkapkan SiLPA APBN 2020 yang 4 kali lipat lebih tinggi dari SiLPA APBN 2019 sebesar Rp53,4 triliun menunjukkan kapasitas anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional belum dimanfaatkan secara maksimal. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa)
JAKARTA, DDTCNews - Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) tahun angggaran 2020 yang menjulang hingga Rp234,7 triliun menjadi sorotan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI).
Dalam laporan LPEM FEB UI Indonesia Economic Outlook Triwulan-I 2021, SiLPA APBN 2020 yang 4 kali lipat lebih tinggi dari SiLPA APBN 2019 sebesar Rp53,4 triliun menunjukkan kapasitas anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Jika melihat realisasi APBN, penyerapan anggaran belum maksimal. Hal ini antara lain karena belum terserapnya alokasi anggaran dana program PEN sektor kesehatan, kelompok sektoral & pemerintah daerah, serta insentif usaha," tulis LPEM FEB UI dalam laporannya, dikutip Kamis (4/2/2021).
Untuk memaksimalkan dana yang ada, pemerintah dinilai perlu memfokuskan kembali strategi pemulihan ekonomi secara lebih efektif. Mengingat permintaan masih jauh dari pulih, kebijakan fiskal perlu difokuskan membantu rumah tangga berpenghasilan rendah daripada insentif ke dunia usaha.
"Insentif kelompok ini [rumah tangga] kemungkinan mendorong ekonomi karena kelompok ini pasti menghabiskan uang dengan cepat. Realisasi insentif kesehatan dan pemulihan sosial telah berjalan baik, tetapi masih memiliki ruang peningkatan karena pemerintah memiliki SiLPA," tulis LPEM.
Perlu dicatat, hingga akhir 2020 program PEN yang memiliki realisasi anggaran yang tergolong tinggi adalah program untuk dukungan BUMN dan program perlindungan sosial. Menurut catatan LPEM, realisasi kedua program tersebut mencapai lebih dari 100% anggaran yang dialokasikan.
Insentif dunia usaha yang notabene fasilitas perpajakan seperti PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 hingga 50%, dan restitusi PPN dipercepat hanya terserap 47% dari total pagu yang dianggarkan.
"Insentif usaha yang berupa insentif perpajakan belum berjalan maksimal. Hingga akhir 2020, realisasi pemberian insentif usaha masih di bawah 50% dari anggaran awal. Hal ini mencerminkan stimulus fiskal belum meningkatkan aktivitas bisnis karena daya beli masih lemah," tulis LPEM. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.