Ilustrasi. Gedung Badan Pemeriksa Keuangan. (foto: bpk.go.id)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memulai agenda pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian/lembaga (K/L) di bawah kewenangan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I.
Pertemuan awal pemeriksaan melibatkan 13 K/L dari 20 entitas lembaga publik di lingkungan AKN I BPK bidang politik, hukum dan hak asasi manusia.
Anggota I BPK Hendra Susanto mengatakan akan memeriksa realisasi belanja dari 13 K/L pada tahun lalu yang mencapai Rp23,8 triliun. Serapan belanja tersebut memenuhi 80,6% dari pagu tahun fiskal 2020 senilai Rp29,6 triliun.
"Pada pemeriksaan tahun ini untuk laporan keuangan 2020 berdasarkan risk based audit dengan beberapa akun yang menjadi fokus pemeriksaan," katanya dalam entry meeting pemeriksaan di lingkungan AKN I BPK, Kamis (4/2/2021).
Hendra menjabarkan fokus pemeriksaan BPK antara lain penyajian laporan keuangan badan layanan umum, persedian aset tetap, dan konstruksi dalam pengerjaan. Lalu, fokus audit menyasar aset lainnya dari K/L, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), belanja barang, dan belanja modal.
Dia memaparkan audit berbasis risiko yang dilakukan BPK tahun ini tidak lepas dari pandemi Covid-19 yang memengaruhi pengelolaan keuangan negara pada tahun lalu. Setidaknya terdapat lima risiko pengelolaan keuangan negara terkait dengan pandemi.
Pertama, risiko strategis berupa munculnya potensi risiko dari tujuan kebijakan penanggulangan pandemi yang tidak tercapai secara efektif dan efisien. Kedua, risiko terkait dengan moral hazard dan kecurangan.
Ketiga, risiko operasional seperti terkendalanya penerapan di lapangan karena kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, koordinasi pusat dan daerah. Risiko juga datang dari validitas data dan banyaknya aturan baru yang harus diterapkan dalam periode waktu yang singkat.
Keempat, risiko kepatuhan terhadap peraturan, khususnya dalam proses pembelian barang dan jasa. Kelima, risiko dalam penyajian laporan keuangan. Alhasil, kondisi tersebut bisa berdampak terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah.
"Jadi pandemi Covid-19 menimbulkan beberapa risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang terlihat dalam laporan keuangan," ujar Hendra.
Hendra menyatakan proses audit laporan keuangan 20 K/L di bawah naungan AKN I BPK dilakukan pada akhir Januari hingga April 2021. Dia berharap K/L dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dapat mempertahankan opini tersebut pada tahun ini.
Dia juga mendorong K/L yang masih mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP) alias disclaimer untuk segera menindaklanjuti temuan serta rekomendasi BPK sebagai cara memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan negara.
Pada pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2019, sebanyak 17 K/L memperoleh opini WTP dari 20 K/L di lingkungan AKN I BPK. Sisanya, 2 K/L mendapatkan opini WDP dan 1 K/L dengan posisi BPK tidak memberikan pendapat (TMP).
"Jadi opini ini tidak statis, bisa naik dan turun. Bagi yang sudah WTP diharapkan bisa dipertahankan. Bagi yang WDP dan disclaimer, kami membuka diri untuk memberikan bantuan, rekomendasi dan saran sehingga opini bisa berubah," tutur Hendra. (rig)