Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji dalam Market Review yang disiarkan oleh IDX Channel, Rabu (20/1/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Terdapat 4 aspek yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah untuk meningkatkan kapabilitas dalam mengidentifikasi dan memberantas tindak pidana perpajakan.
Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan masih terdapat tantangan dalam aspek fundamental hingga struktural yang perlu ditangani. Pertama, sistem perpajakan di Indonesia masih perlu diperkuat dengan basis data dan informasi.
“Dalam konteks perpajakan yang menganut sistem self-assessment, otoritas pajak bertugas untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Di sini peran data dan informasi dibutuhkan," ujar Bawono dalam Market Review yang disiarkan oleh IDX Channel, Rabu (20/1/2021).
Menurut Bawono, kerja sama pertukaran informasi keuangan lintas kementerian dan lembaga (K/L) telah secara aktif dilakukan oleh berbagai K/L, termasuk Kementerian Keuangan, selama beberapa tahun terakhir.
Kedua, secara struktural, Indonesia masih menghadapi masalah shadow economy. Guna menciptakan keterbukaan transparansi dan keterbukaan informasi keuangan, shadow economy harus dikurangi agar aktivitas ekonomi dan aliran uang bisa dengan mudah dilacak.
Menurut Bawono, RUU Pelaporan Keuangan yang sedang dirancang oleh pemerintah akan menjadi kunci untuk menjawab tantangan shadow economy. Bila setiap entitas bisnis dituntut untuk transparan maka data dan informasi yang dimiliki pemerintah akan makin terintegrasi dan efisien.
Ketiga, basis data dan informasi juga perlu diperkuat dengan sistem pengawasan yang lebih baik. "Kalau dilihat, misal tindak pidana pajak seperti faktur pajak fiktif atau memungut pajak tapi tidak disetor, ini pengembangan sistem IT dan integrasi data perlu dilakukan," ujar Bawono.
Keempat, masalah literasi perpajakan. Bawono mengatakan literasi perpajakan di Indonesia masih belum sepenuhnya terbentuk sehingga bisa jadi memunculkan pelanggaran ketentuan perpajakan akibat ketidaksengajaan dari wajib pajak.
Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, Bawono berpandangan usaha pemerintah dalam upaya penindakan tindak pidana perpajakan hingga pencucian uang sudah makin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
"Saya melihat ada tren positif selama beberapa tahun terakhir. Ini bisa dilihat dari program Kementerian Keuangan baik secara internal maupun lintas K/L melalui kerja sama pertukaran informasi hingga kerja sama dengan OJK hingga KPK," ujar Bawono.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya mengungkapkan potensi penerimaan negara tindak pidana sektor perpajakan mencapai Rp20 triliun sepanjang 2020. Pemanfaatan terhadap hasil analisis dan pemeriksaan PPATK telah berkontribusi terhadap penerimaan negara senilai Rp9 triliun. (kaw)