Kepala PPATK Dian Ediana Rae. (tangkapan layar Zoom)
JAKARTA, DDTCNews – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat capaian pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan dalam berbagai upaya penegakan hukum, termasuk di bidang perpajakan.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) turut memanfaatkan hasil analisis dan pemeriksaan terkait tindak pidana di bidang perpajakan. Sepanjang 2020, pemanfaatannya telah menghasilkan kontribusi penerimaan negara senilai Rp9 triliun.
"Keberhasilan ini merupakan hasil dari joint operation 3 pihak antara PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, khususnya dalam menghadapi tindak pidana pajak, kepabeanan, dan cukai di Indonesia," katanya, Kamis (14/1/2021).
Dian mengatakan PPATK telah menghadapi tantangan berat sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19. Pandemi juga turut mengubah mekanisme kerja PPATK secara drastis dengan pola pekerjaan yang banyak berpusat pada skema bekerja dari rumah.
Meski demikian, tetap ada catatan positif dalam kinerja PPATK, tidak terkecuali dalam mendukung penanganan tindak pidana perpajakan di Indonesia. PPATK juga terus memperkuat sinergi dengan kementerian/lembaga, termasuk DJP dan DJBC.
Selain itu, PPATK juga melakukan analisis untuk mendukung penyelesaian tindak pidana korupsi, narkotika, penipuan, dan pendanaan terorisme.
Pada tindak pidana korupsi yang masih menjadi persoalan serius saat ini, hasil analisis dan pemeriksaan PPATK didominasi kasus yang melibatkan pejabat pemerintahan, kepala daerah, dan BUMN. Modus utamanya adalah penerimaan gratifikasi atau suap, perizinan, serta pengadaan barang dan jasa.
Menurut Dian, upaya penelusuran transaksi keuangan oleh PPATK tersebut menunjukkan adanya peran professional money launderer dalam membantu proses pencucian uang dari harta hasil tindak pidana korupsi.
Biasanya, pelaku memanfaatkan perbedaan peraturan perundang-undangan Indonesia dengan peraturan perundang-undangan negara lain (regulatory arbitrage), termasuk rekayasa keuangan dan rekayasa hukum.
Selain itu, Dian menyebut PPATK juga membantu dalam penanganan tindak pidana lain di bidang kemanusiaan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan tindak pidana lain sesuai undang-undang yang berlaku.
Namun demikian, penanganan semua tindak pidana tersebut masih terbatas pada penanganan tindak pidana asal. Sementara itu, penanganan tindak pidana pencucian uang dan asset recovery masih jauh dari harapan.
Kondisi tersebut disebabkan oleh kompleksitas tindak pidana yang bersifat lintas batas yurisdiksi, perkembangan teknologi yang belum diimbangi dengan penyempurnaan regulasi, pemanfaatan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK yang belum optimal, serta pemahaman terhadap ketentuan tindak pidana pencucian uang yang belum seragam.
"Kerja sama serta koordinasi antarinstansi terkait masih perlu diperkuat," ujarnya. (kaw)