Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyusun sejumlah strategi untuk meningkatkan penerimaan negara pada 2021.
Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan akan memulai reformasi pada program pengelolaan penerimaan negara yang mencakup pajak, kepabeanan dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak.
Oleh karena itu, strategi pertama optimalisasi penerimaan negara yakni melanjutkan joint program penerimaan negara antara Ditjen Pajak (DJP), Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), serta Ditjen Anggaran (DJA).
“Kami minta unit-unit ini semakin berkolaborasi dan bersinergi sehingga pajak dan nonpajak bisa menjadi satu dan konsisten," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (15/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan penerimaan negara, terutama perpajakan, masih akan mengalami tekanan yang cukup berat pada tahun depan. Tidak hanya karena virus Corona, tren perlambatan ekonomi dunia yang terjadi sebelum pandemi juga turut memengaruhi basis pajak Indonesia.
Menurutnya, kerja sama antara DJP, DJBC, dan DJA menjadi salah satu upaya penguatan basis pajak yang pada akhirnya akan berdampak positif pada penerimaan negara.
Strategi kedua adalah pengembangan compliance risk management (CRM) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Sri Mulyani menilai sistem tersebut semakin dibutuhkan seiring dengan bertambahnya wajib pajak di Indonesia.
“Dengan jumlah wajib pajak yang meningkat tapi tidak bisa seluruh resource hanya untuk melihat seluruh risiko [ketidakpatuhannya]," ujarnya.
Strategi ketiga adalah perubahan layanan pajak ke arah digital, yang terdiri atas click, call, dan counter. Adapun strategi keempat yaitu pengembangan National Logistic Ecosystem (NLE) untuk meningkatkan kinerja logistis nasional serta memperbaiki iklim investasi dan daya saing ekonomi.
Strategi kelima adalah optimalisasi PNBP melalui implementasi dan diseminasi/sosialisasi/uji petik regulasi turunan Undang-Undang (UU) PNBP kepada stakeholders seperti kementerian/lembaga, pengelola PNBP, badan usaha milik negara (BUMN), wajib bayar publik, dan akademisi.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyiapkan strategi pada aspek pengawasan pengelolaan penerimaan negara. Pertama, berupaya meningkatkan pengawasan yang salah satunya melalui kegiatan strategis joint task force on narcotics antara DJBC dan Royal Malaysian Customs Department (RMCD) dengan konsep skema operasi. Kedua, melaksanakan kegiatan patrol laut secara berkesinambungan.
"Kemudian kami juga akan melakukan kegiatan intelijen dengan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya, yaitu kegiatan operasi bersama ataupun operasi gabungan," katanya.
Pada RAPBN 2021, pemerintah menargetkan penerimaan negara Rp1.743,6 triliun, turun 1,8% dibandingkan dengan usulan awal yang disampaikan Presiden Joko widodo dalam pidato nota keuangan senilai Rp1.776,4 triliun.
Penerimaan perpajakan ditargetkan Rp1.444,5 triliun atau turun 2,5% dibanding rencana awal Rp1.481,9 triliun, sedangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kini ditargetkan Rp298,2 triliun atau naik 1,6% dari sebelumnya Rp293,5 triliun.
Target penerimaan pajak 2021 dipatok senilai Rp1.229,6 triliun, turun 3,05% dari rencana sebelumnya Rp1.268,4 triliun. Sementara target penerimaan kepabeanan dan cukai justru naik 0,74%, dari semula Rp205,7 triliun menjadi Rp213,4 triliun. (kaw)