Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim penetapan target penerimaan pajak pada Peraturan Presiden No.72/2020 sudah dilakukan secara hati-hati.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengoreksi target penerimaan pajak pada 2020 senilai Rp1.198,8 triliun, atau terkontraksi 10% dibanding APBN 2019 sebesar Rp1.577,6 triliun. Namun, dia mengaku sempat memperkirakan kontraksinya mencapai 12%.
“Pada Perpres No. 72/2020, kita tadinya mengestimasi kontraksinya antara 10% sampai 12%. Kita melihat memang ini adalah estimasi yang cukup hati-hati," katanya, Jumat (28/8/2020).
Sri Mulyani mengatakan pelaku usaha hingga Juli 2020 masih mengalami situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada kontraksi penerimaan pajak. Kontraksi itu misalnya terlihat dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 25, bahkan pajak pertambahan nilai (PPN).
Meski demikian, Sri Mulyani menjelaskan instrumen pajak tidak bisa dilihat hanya dari sisi penerimaan karena pemerintah juga memberikan berbagai insentif pajak untuk pelaku usaha. Insentif itu berupa PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22, diskon 50% PPh Pasal 25, serta restitusi dipercepat. Nilai insentif pajak itu mencapai Rp120,61 triliun.
Oleh karena itu, Sri Mulyani penerimaan pajak hingga akhir Juli 2020 mengalami kontraksi hingga 14,7%. Kontraksi itu tercatat lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 12%. Baca artikel ‘Simak, Ini Realisasi Lengkap Penerimaan Perpajakan Per Juli 2020’.
“Itu semua tujuannya agar dunia usaha yang dalam situasi tertekan akibat Covid bisa mendapatkan support dari pemerintah dalam bentuk insentif pajak tadi," ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan kontraksi juga terjadi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Hingga Juli 2020, penerimaan PNBP tercatat hanya Rp294,1 triliun atau terkontraksi 13,5%.
Menurutnya, penurunan penerimaan itu disebabkan oleh anjloknya harga berbagai komoditas sumber daya alam dan diperparah dengan penurunan produksi dan kinerja ekspornya akibat pandemi.
“[Penerimaan] royalti dari minyak, gas, dan batubara turun. Hanya CPO yang sedikit baik dan emas yang ekspornya membaik, tapi yang berhubungan dengan PNBP kita mengalami penurunan," katanya. (kaw)