Peneliti pajak dari University of Canterbury Selandia Baru Adrian Sawyer memaparkan materi dalam webinar internasional bertajuk “Indonesia Tax Administration Reform: Lessons Learnt and Future Direction” Rabu (26/8/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Reformasi pajak yang dilakukan Australia dan Selandia Baru bisa menjadi salah satu referensi pemerintah Indonesia.
Peneliti pajak dari University of Canterbury Selandia Baru Adrian Sawyer mengatakan semangat utama Australia dan Selandia Baru melakukan reformasi pajak adalah untuk mengurangi tax gap agar penerimaan pajak menjadi optimal. Sistem administrasi dan kebijakan ditata ulang.
“Langkah Australia dan Selandia Baru dalam melakukan reformasi pajak utamanya untuk mengatasi besarnya tax gap dalam basis pajak kedua negara," katanya dalam webinar internasional bertajuk “Indonesia Tax Administration Reform: Lessons Learnt and Future Direction” Rabu (26/8/2020).
Adrian mengatakan proses reformasi tersebut setidaknya sudah dilakukan Australia dan Selandia Baru dalam 30 tahun terakhir. Menurut dia, berbagai perombakan dilakukan kedua negara. Langkah yang diambil memiliki karakteristik yang hampir sama.
Dia memberi contoh, kedua negara mengubah regulasi pajak penghasilan. Kemudian, mereka juga sama-sama meninjau ulang sistem administrasi pajak untuk menekan biaya kepatuhan (cost of compliance) wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Selain itu, langkah reformasi pajak kedua negara juga untuk memperkuat sistem administrasi pajak agar lebih terintegrasi. Dengan demikian, wajib pajak menjadi semakin mudah ketika berurusan dengan otoritas pajak, mulai dari pembayaran hingga pelaporan pajak.
"Tapi dari sekian banyak proyek yang dilakukan dalam 30 tahun terakhir, masih sedikit upaya untuk meningkatkan atau mempromosikan hak wajib pajak,” terangnya.
Adrian menjelaskan arah reformasi secara tegas ditujukan untuk menekan tax gap, baik dari sisi kepatuhan wajib pajak maupun faktor regulasi pemerintah. Untuk Selandia Baru misalnya, tax gap berkisar 6,8—11,3% dari produk domestik bruto (PDB). Australia memiliki tax gap berkisar 7—8% dari PDB jika merujuk laporan pada periode 2015-2016.
Langkah reformasi pajak kedua negara juga berdekatan. Selandia Baru memulai proses perombakan pada 1993. Satu tahun berselang, Australia memulai proses reformasi pajak. Adrian mengatakan proses reformasi pajak di kedua negara tercatat molor dari target yang ditetapkan.
Australia setidaknya membutuhkan waktu hingga 25 tahun untuk melakukan reformasi dan belum tuntas hingga hari ini. Sementara itu, Selandia Baru membutuhkan waktu yang relatif lebih pendek yakni 15 tahun karena reformasi pajak dilakukan secara terbatas.
"Jadi semua adopsi reformasi pajak dilakukan secara bertahap dan tidak dilakukan secara sporadis. Mereka fokus bagaimana mengurai kompleksitas sistem pajak agar lebih mudah bagi wajib pajak untuk patuh," paparnya.
Sebagai informasi, webinar internasional ini diselenggarakan oleh TERC LPEM FEB UI yang berkolaborasi dengan DDTC Fiscal Research. Simak pula artikel 'Soal Reformasi Administrasi Pajak, Ini Pesan Akademisi dan Praktisi' dan 'Dirjen Pajak: Reformasi Bukan Program Satu Waktu'. (kaw)