Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) bakal melanjutkan sidang uji materiil atas UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pada Kamis (3/9/2020). Dalam sidang keempat ini, MK mengadakan sidang untuk mendengarkan keterangan dari ahli dan saksi dari pemohon.
Sidang yang diadakan sebelumnya untuk menguji kesesuaian UU KUP dengan UUD 1945 antara lain sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang perbaikan permohonan, dan terakhir sidang dalam rangka mendengarkan keterangan DPR dan Presiden pada 18 Agustus kemarin.
"Permohonan yang terregistrasi dengan No. 41/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Taufik Surya Dharma. Pemohon merupakan mantan Pengurus PT. United Coal Indonesia (PT UCI) yang sudah dinyatakan pailit," tulis MK dalam laman resminya, dikutip Rabu (26/8/2020).
Secara garis besar, Taufik selaku pemohon mengaku keberatan dengan merasa dilanggar hak konstitusionalnya akibat Pasal 2 ayat 6 dan Pasal 32 ayat 2 dari UU KUP.
Untuk diketahui, Pasal 2 ayat 6 UU KUP mengatur mengenai penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP) oleh Dirjen Pajak, sedangkan Pasal 32 ayat 2 mengatur mengenai wakil wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakan.
Melalui kuasa hukumnya Heru Widodo, Taufik bersaksi kedua pasal ini digunakan oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu untuk melakukan penagihan pajak PT UCI yang dibebankan secara pribadi kepada Taufik sebesar Rp193,62 miliar.
Hal ini karena NPWP badan atas nama PT UCI belum dihapus meski sudah dinyatakan pailit dan seluruh boedel harta pailit sudah dilakukan pemberesan oleh kurator.
Menurut pemohon, hak dan kewajiban perpajakan menyangkut harta pailit seharusnya ditujukan kepada kurator, bukan Taufik selaku bekas Pengurus PT UCI yang sudah pailit tersebut.
Dalam sidang ketiga yang menghadirkan perwakilan DPR serta pemerintah, Anggota Komisi XI Misbakhun mengatakan KPP sudah benar dalam melakukan penagihan pajak kepada Taufik dan bukan kepada kurator.
Walaupun wajib pajak badan telah pailit, penanggung jawab atas wajib pajak badan tetaplah pengurus yang menjalankan perseroan tersebut yang menyebabkan munculnya utang pajak.
"Dengan demikian, tidak terdapat hak atau kewenangan konstitusi pemohon yang dirugikan," ujar Misbakhun dalam sidang yang diselenggarakan pada 18 Agustus tersebut. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.