INSENTIF PAJAK

Pemberian Tax Allowance Didelegasikan ke BKPM, Bagaimana Tax Holiday?

Muhamad Wildan
Rabu, 05 Agustus 2020 | 14.01 WIB
Pemberian Tax Allowance Didelegasikan ke BKPM, Bagaimana Tax Holiday?

Ilustrasi. Petugas melayani pengurusan perizinan usaha di ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (7/7/2020). Presiden Joko Widodo, telah mengeluarkan instruksi pada kementerian dan lembaga untuk meningkatkan pelayanan investasi dengan memberi kemudahan perizinan guna menjaring investor. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Beleid pendelegasian kewenangan pemberian fasilitas tax holiday akan disahkan dalam waktu dekat. Pengesahan ini menyusul sudah didelegasikannya kewenangan pemberian tax allowance kepada BKPM melalui PMK 96/2020.

Direktur Deregulasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan beleid pendelegasian kewenangan pemberian tax holiday sudah masuk proses harmonisasi. Peraturannya diharapkan bisa rampung pada Agustus ini.

"Yang tax holiday masih dalam proses harmonisasi. Nantinya mekanisme keputusan pemberian tax holiday kurang lebih sama dengan mekanisme keputusan pemberian tax allowance dalam PMK 96/2020," ujar Yuliot, Selasa (4/8/2020).

Dengan demikian, wajib pajak yang memenuhi syarat dan hendak memanfaatkan fasilitas tax holiday cukup mengajukan permohonan melalui online single submission (OSS). Pemberian fasilitas akan dilaksanakan oleh Kepala BKPM untuk dan atas nama Menteri Keuangan.

Selain mendelegasikan kewenangan pemberian fasilitas tax holiday, beleid baru ini juga akan merevisi ketentuan pada pasal 5 dari PMK 150/2018 yang memberikan ruang bagi wajib pajak untuk mengajukan permohonan tax holiday meski usahanya belum tercakup dalam daftar industri pionir.

Permohonan wajib pajak di luar industri pionir ini dibahas secara lintas kementerian melalui pembahasan yang dikoordinasikan oleh BKPM, Kementerian Keuangan, dan kementerian dari sektor terkait. Meski demikian, keputusan pemberian tax holiday dari wajib pajak di luar industri pionir ini masih sepenuhnya kewenangan Ditjen Pajak (DJP) untuk dan atas nama menteri keuangan.

Menurut Yuliot, revisi pasal 5 akan memungkinkan wajib pajak di luar industri pionir untuk mendapatkan fasilitas tax holiday sepanjang wajib pajak tersebut memenuhi standar dan kriteria yang termuat dalam klausul baru tersebut.

"Nantinya pada Pasal 5 itu akan ada standar dan kriteria. Kriteria itu nanti akan ada persentase pencapaian kriteria. Kalau dari evaluasi ditemukan bahwa persentase minimum pemenuhan kriterianya tercapai maka wajib pajak boleh memanfaatkan fasilitas tax holiday," ujar Yuliot.

Dengan ini, proses pembahasan dan rapat sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 tidak lagi dilakukan. Meski tidak ada rapat, hasil scoring dari persentase pemenuhan kriteria tersebut masih akan dievaluasi oleh evaluator. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.