Ilustrasi. Seorang tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri lengkap saat jam pertukaran shift di rumah sakit rujukan Covid-19 RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (13/7/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah memberikan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor hingga Rp1,5 triliun terhadap alat-alat kesehatan untuk penanganan virus Corona.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Untung Basuki mengatakan pembebasan bea masuk dan pajak impor tersebut berasal dari impor berbagai alat kesehatan senilai Rp6,36 triliun. Pembebasan tersebut berasal dari 2.903 surat keputusan menteri keuangan (SKMK) fasilitas pembebasan.
"Kalau kita total semuanya, maka fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor adalah Rp1,5 triliun," katanya melalui konferensi video, Kamis (16/7/2020).
Untung memerinci nilai pembebasan bea masuk yang diberikan pemerintah senilai Rp574,8 miliar, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tidak dipungut sebesar Rp617,8 miliar, dan pengecualian pungutan PPh Pasal 22 impor Rp314,2 miliar.
Menurut Untung, mayoritas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor tersebut diberikan melalui skema yang diatur dalam PMK Nomor 34/2020 jo 83/2020, yakni pemberian fasilitas khusus untuk impor alat kesehatan untuk penanganan pandemi. Nilainya mencapai Rp1,02 triliun.
Selain itu, ada yang sesuai dengan PMK 171/2019, yaitu membebaskan impor barang untuk keperluan kesehatan dari bea masuk. Fasilitas itu digunakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan layanan umum dengan nilai total Rp337,1 miliar
Sementara pada yayasan atau organisasi sosial, skema yang digunakan tertuang dalam PMK 70/2012, yakni pembebasan impor untuk barang kiriman atau hibah dari bea masuk. Nilainya mencapai Rp141,3 miliar.
Untung menambahkan kebijakan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor tersebut memang menghilangkan potensi penerimaan negara. Namun demikian, menurutnya, kebijakan itu tetap harus diberikan untuk menangani pandemi virus Corona.
"Kalau kita terlambat memberikan fasilitas ini tentu akan berdampak pada kerugian yang nilainya akan lebih besar lagi dari pembebasan yang kami berikan,” imbuhnya. (kaw)