Kantor pusat Badan Pemeriksa Keuangan di Jakarta. (Foto: bpk.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta kepada pemerintah menyempurnakan analisis kesinambungan fiskal jangka panjang. Hal ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal 2019.
Meski pemerintah sesungguhnya sudah memiliki analisis tersebut, BPK menilai analisis kesinambungan fiskal jangka panjang dari pemerintah yakni laporan Long Term Fiscal Sustainability (LTFS) yang disusun Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tahun lalu belum memiliki landasan hukum.
"Landasan hukum diperlukan sebagai komitmen pemerintah untuk terus menerbitkan Long Term Fiscal Sustainability (LTFS) secara berkala serta untuk mengatur informasi minimal yang harus disajikan pada laporan tersebut," tulis BPK dalam LHP-nya, seperti dikutip Selasa (14/7/2020).
Lebih lanjut, LTFS yang disusun oleh BKF tahun lalu masih dilengkapi dengan pengungkapan prinsip dan metodologi penyusunan yang memadai. Prinsip dan metodologi itu merupakan bagian transparansi dan akuntabilitas analisis kesinambungan fiskal jangka panjang yang memadai.
Secara cakupan, LTFS telah mempertimbangkan dampak demografi serta skenario penerimaan perpajakan. Namun, BPK menilai LTFS masih belum mempertimbangkan dampak perubahan volume dan nilai sumber daya alam (SDA) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap postur anggaran.
Lebih lanjut, LTFS juga masih sama sekali belum mempertimbangkan faktor kebencanaan dan perubahan iklim dalam menganalisis kesinambungan fiskal jangka panjang serta belum melengkapi laporan tersebut dengan analisis sustainabilitas utang (debt sustainability analysis/DSA).
Analisis kesinambungan fiskal pada LTFS sendiri telah terbagi dalam tiga periode yakni sebelum 2018, periode jangka menengah 2020-2024, dan periode jangka panjang 2020-2045.
Analisis jangka panjang telah memproyeksikan dana perlindungan sosial, penerimaan pajak, keseimbangan primer, defisit, hingga utang pemerintah sampai 2045. Sayangnya, tidak ada angka atau nominal yang jelas yang dicantumkan pada proyeksi-proyeksi tersebut.
Oleh karena standar dan metodologi yang tidak diungkapkan tersebut, BPK tidak dapat menilai secara komprehensif analisis-analisis pemerintah pada LTFS tersebut.
"Karena LTFS bukan panduan baku mengenai proyeksi keberlanjutan fiskal jangka panjang, maka hasil analisis tersebut tidak dapat dijadikan alat pengendalian dan evaluasi yang mengikat atau sebagai pertimbangan pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan ekonomi," tulis BPK.
Untuk diketahui, pemerintah baru kali pertama menerbitkan analisis fiskal jangka panjang pada tahun lalu. Pada analisis itu, pemerintah membagi periode fiskal dalam 3 periode, yakni tahap penguatan pondasi 2020-2030, tahap transisi 2031-2035, dan tahap tinggal landas 2036-2045.
Skenario-skenario yang dituangkan dalam LTFS hingga 2045 mendatang antara lain skenario baseline, skenario reformasi moderat, dan skenario reformasi komprehensif. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.