Ilustrasi warga mengakses layanan film daring melalui gawai. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) pemanfaatan produk digital dari luar negeri lewat perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dapat melakukan penyetoran PPN dengan mata uang selain rupiah.
Ketentuan ini sudah diatur dalam Pasal 8 PMK 48/ 2020 dan Pasal 13 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-12/PJ/2020. Penyetoran PPN bisa dilakukan dengan menggunakan rupiah, dolar Amerika Serikat (AS), dan mata uang asing lainnya yang ditetapkan Dirjen Pajak.
“Penggunaan mata uang … sesuai dengan mata uang yang dipilih oleh pemungut PPN PMSE di akun pemungut PPN PMSE pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak,” demikian bunyi penggalan Pasal 13 ayat (5) PER-12/PJ/2020.
Dalam beleid itu juga diatur jika penyetoran PPN dalam dolar AS atau mata uang asing lainnya, penyetoran dilakukan ke kas negara melalui bank persepsi mata uang asing atau lembaga persepsi lainnya yang melayani penerimaan negara dalam mata uang asing.
Tata cara penyetoran PPN dalam dolar AS atau mata uang asing lainnya, masih sesuai dengan ketentuan dalam PER-12/PJ/2020, mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik.
Sepeti diketahui, pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungut untuk setiap masa pajak paling lama diterima oleh bank/pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Penyetoran PPN yang dipungut dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara melalui bank/pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya di Indonesia dan/atau melalui cara lain yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
Transaksi penyetoran PPN dilakukan dengan menggunakan kode billing DJP yang diperoleh secara mandiri oleh pemungut PPN PMSE melalui aplikasi billing DJP, yang terdapat pada aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP.
“Penyetoran PPN yang dilakukan oleh pemungut PPN PMSE … diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal setor yang tertera pada bukti penerimaan negara,” demikian bunyi penggalan Pasal 13 ayat (7) PER-12/PJ/2020.
Jika masih terdapat PPN yang telah dipungut oleh pelaku Usaha PMSE yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi belum disetorkan, PPN yang telah dipungut wajib disetorkan ke kas negara.
Seperti diberitakan sebelumnya, melalui PER-12/PJ/2020, penunjukan sebagai pemungut PPN dilakukan terhadap pelaku usaha PMSE yang telah memenuhi batasan kriterian tertentu. Batasan itu meliputi pertama, nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia melebihi Rp600 juta dalam setahun atau Rp50 juta dalam sebulan.
Kedua, jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 dalam setahun atau 1.000 dalam sebulan. Kriteria tersebut bisa dipakai salah satu atau keduanya. Simak artikel ‘Pernyataan Resmi DJP Soal Peraturan Baru Pemungutan PPN Produk Digital’.
Pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria tapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE, bisa memilih untuk ditunjuk dengan cara menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak.Simak artikel ‘Ingin Jadi Pemungut PPN PMSE? Sampaikan Pemberitahuan ke DJP’.
Dirjen Pajak juga dapat mencabut penunjukan pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Selain masalah pemenuhan kriteria tertentu, pertimbangan Dirjen Pajak juga bisa jadi dasar pencabutan. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Bisa Cabut Penunjukan Pemungut PPN PMSE, Ini Ketentuannya’. (kaw)