Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Dewan Pers bersama-sama dengan asosiasi perusahaan pers dan pekerja pers Indonesia mendesak pemerintah segera memberlakukan pajak terhadap perusahaan digital seperti Google.
Anggota Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan perusahaan multinasional tersebut pada saat ini hanya berperan sebagai penyedia lapak untuk berbagai informasi. Padahal, informasi tersebut adalah hasil kerja para perusahaan media.
"Sejauh ini kan hubungannya menjadi tidak simetris. Media mainstream yang memproduksi informasi. Sementara media sosial seperti Google, Facebook, Twitter mendapatkan keuntungan dari banyaknya traffic yang mereka peroleh," katanya, Kamis (14/5/2020).
Arif mengatakan perusahaan media massa, baik cetak, elektronik, maupun digital tetap harus menanggung biaya besar dalam memproduksi informasi. Sementara itu, ongkos memproduksi informasi yang berkualitas juga membutuhkan biaya mahal.
Situasi menjadi semakin berat saat terjadi pandemi virus Corona seperti sekarang ini, lantaran pendapatan media juga berkurang. Adapun pada perusahaan digital, menurut Arif, tetap bisa mengeruk laba besar karena selalu ramai diakses.
Dia menambahkan kondisi itu bisa diperbaiki jika berbagai perusahaan digital membayar pajak pada pemerintah Indonesia, baik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).
Meskipun ketentuan pajak terhadap kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) 1/2020, Arif menilai pemerintah masih perlu menyelesaikan beberapa hal teknis agar bisa memajaki Google.
"Diharapkan mereka segera masuk dalam sistem pajak kita sehingga pendapatan pemerintah bertambah dan ada cukup anggaran untuk memberi insentif pada perusahaan media," ujarnya.
Menurut Arif, para pengusaha media massa sangat membutuhkan beberapa insentif dari pemerintah untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19. Saat ini, perusahaan media massa memang termasuk dalam sektor usaha yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan diskon 30% angsuran PPh Pasal 25.
Namun, Arif menilai insentif itu belum cukup. Beberapa stimulus lain yang juga dibutuhkan misalnya pembebasan PPN dan subsidi pembelian kertas, subsidi listrik hingga akhir tahun, dan restrukturisasi kredit di perbankan. (kaw)