JAKARTA, DDTCNews – Setiap kali terjadi bencana alam, berbagai pihak tentu tergerak untuk memberikan bantuan. Bantuan-bantuan tersebut di antaranya bisa disalurkan melalui badan penanggulangan bencana atau lembaga penggalangan dana.
Pemberian bantuan tersebut pastilah berlandaskan pada keprihatinan dan rasa kemanusiaan untuk membantu korban bencana tanpa mempertimbangkan untung rugi. Terlepas dari niat baik tersebut, biaya yang dikeluarkan untuk memberikan bantuan atau sumbangan untuk bencana tidak serta merta bisa menjadi pengurang pajak.
Hal ini lantaran hanya sumbangan untuk penanggulangan bencana nasional yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah (PP) 93/2010.
“Sumbangan dan/atau biaya yang dapat dikurangkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak bagi wajib pajak terdiri atas: a. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional,” bunyi Pasal 1 huruf a PP 93/2010, dikutip pada Sabtu (6/12/2025).
Berdasarkan PP 93/2010, sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional berarti sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana.
Secara lebih terperinci, yang dimaksud dengan "bencana nasional" adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Hal ini berarti penetapan status bencana nasional oleh pemerintah pusat menjadi penentu apakah suatu sumbangan dapat menjadi pengurang pajak atau tidak. Selain status bencana, ada pula sejumlah syarat yang perlu dipenuhi agar sumbangan dapat menjadi pengurang pajak.
Perincian syarat tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 76/2011. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PMK 76/2011, sumbangan bencana nasional dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang memenuhi 4 syarat.
Pertama, wajib pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak sebelumnya. Kedua, pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada tahun pajak sumbangan diberikan.
Ketiga, didukung oleh bukti yang sah. Keempat, lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh.
Keempat syarat tersebut bersifat akumulatif sehingga harus dipenuhi seluruhnya. Selain itu, besarnya nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 tahun pajak dibatasi, yaitu tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya.
Adapun sumbangan bencana tersebut bisa berupa uang dan/atau barang. Apabila berupa barang maka nilai sumbangannya ditentukan berdasarkan: (i) nilai perolehan (apabila belum disusutkan); (ii) nilai buku fiskal (apabila sudah disusutkan); atau (iii) harga pokok penjualan (apabila barang produksi sendiri). (dik)
