BERITA PAJAK HARI INI

UMKM Belum Wajib Lapor Keuangan via FRSW, Berlaku Bertahap

Redaksi DDTCNews
Jumat, 28 November 2025 | 07.00 WIB
UMKM Belum Wajib Lapor Keuangan via FRSW, Berlaku Bertahap

JAKARTA, DDTCNews – UMKM belum wajib menyampaikan laporan keuangan melalui platform bersama pelaporan keuangan (PBPK) atau financial reporting single window (FRSW). Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (28/11/2025).

Menurut Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (SPSK) Kementerian Keuangan Masyita Crystallin, kewajiban menyampaikan laporan keuangan melalui FRSW diberlakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas UMKM.

"Transformasi pelaporan keuangan ini kami desain secara bertahap dan inklusif, agar pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM, dapat beradaptasi dengan realistis tanpa mengurangi kualitas pelaporan," katanya.

Dengan langkah ini, lanjut Masyita, UMKM bisa memenuhi kewajiban pembuatan dan penyampaian laporan keuangan tanpa harus terbebani oleh beban biaya dan beban administrasi.

Pada 2027, kewajiban penyampaian laporan keuangan melalui FRSW baru akan berlaku atas emiten bursa. Ke depan, kewajiban ini akan diperluas secara bertahap setelah dilakukannya koordinasi antara Kementerian Keuangan dan lembaga terkait.

Kewajiban menyampaikan laporan keuangan melalui FRSW sebagaimana diatur dalam PP 43/2025 bertujuan untuk menciptakan tata kelola keuangan yang modern, transparan, dan selaras dengan prinsip ease of doing business.

Tak hanya itu, FRSW diharapkan bisa memperkuat kepercayaan investor, menjaga integritas pasar, serta menjadi fondasi bagi penguatan stabilitas sektor keuangan dan daya saing ekonomi nasional.

“PP 43/2025 ini akan memperkuat fondasi tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dapat menjadi rujukan yang andal bagi pengambilan keputusan di tingkat korporasi maupun kebijakan publik," ujar Masyita.

Dengan FRSW, pelaporan keuangan tidak lagi dilaksanakan secara terpisah oleh setiap lembaga, tetapi terintegrasi secara nasional sehingga laporan keuangan dimaksud bisa dipertanggungjawabkan ke depannya.

"Melalui PP ini, pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem pelaporan keuangan yang saling terhubung, terstandar, dan konsisten di seluruh sektor, sehingga kualitas data keuangan nasional makin meningkat," tutur Masyita.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai rasio threshold PTKP terhadap PDB per kapita. Lalu, ada juga bahasan terkait dengan restitusi tinggi dari PKP kantor virtual, penajaman pengawasan DJP, tax clearance dalam RKAB tambang, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Mendeteksi Potensi Pajak dengan FRSW

Pemerintah belum kehabisan cara untuk menyigi pajak. Kewajiban penyetoran laporan keuangan melalui FRSW dinilai bakal membuat data wajib pajak bakal kian transparan.

Dalam PP 43/2025, pelaku usaha sektor keuangan diwajibkan untuk menyetor laporan keuangan. Ini termasuk bank, perusahaan asuransi, pegadaian, hingga fintech. Kewajiban yang sama juga berlaku untuk perusahaan yang terkait dengan perusahaan keuangan seperti debitur bank.

Kebijakan ini juga memperkuat upaya-upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk mendeteksi potensi pajak, seperti permintaan data rekening bank ke OJK, integrasi NIK dan NPWP, penerapan coretax system hingga wacana penggunaan akal imitasi. (Kontan)

Rasio Threshold PTKP Indonesia

Ditjen Pajak (DJP) menyebut batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) di Indonesia sudah cukup tinggi ketimbang Asean dan negara berkembang lainnya sehingga basis pengenaan wajib pajak orang pribadi relatif sempit.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyebut rasio threshold PTKP terhadap PDB per kapita 2024 sebesar 69,15%. Artinya, batasan PTKP Indonesia mencapai hampir 70% dari rata-rata penghasilan sehingga basis pajak orang pribadi sempit.

"Batasan PTKP Indonesia itu sekitar 70% dari rata-rata penghasilan, sehingga basis pajak khusus untuk orang pribadi ini memang cukup sempit," katanya. (DDTCNews)

Restitusi Tinggi, DJP Soroti PKP Kantor Virtual

DJP berpandangan tingginya restitusi pada tahun ini turut disebabkan oleh tingginya 'penunggang gelap' dari fasilitas restitusi dipercepat.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan penunggang gelap restitusi dipercepat dimaksud utamanya adalah pengusaha kena pajak (PKP) di virtual office dengan kegiatan usaha yang inkonsisten dan ditengarai menggunakan faktur pajak fiktif.

"Tidak semua, ya, tetapi ada virtual office yang keberadaan usahanya tidak konsisten dengan bisnis yang dia klaim sebagai bisnis dia. Kemudian kita telusuri, ternyata ada modus faktur TBTS, jadi fiktif lah," ujarnya. (DDTCNews)

Kejar Penerimaan, Pengawasan DJP Dipertajam

Pengawasan yang lebih tajam menjadi salah satu langkah DJP untuk mengamankan penerimaan pajak pada bulan-bulan terakhir menjelang tutup buku.

Di dalamnya, ada upaya penegakan hukum dan penagihan, termasuk untuk menangani tunggakan alias piutang pajak. Berdasarkan data DJP hingga 30 September 2025, terdapat penambahan piutang Rp139,8 triliun. Pada periode yang sama, terdapat pelunasan piutang Rp81,3 triliun.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan dengan serangkaian tindakan penagihan, mulai dari upaya persuasif hingga hard collection. (Bisnis Indonesia)

Tax Clearance Jadi Syarat Persetujuan RKAB Tambang

Kepatuhan pajak kini resmi menjadi salah satu syarat dalam persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada perusahaan mineral dan batu bara (minerba).

DJP dan Kementerian ESDM bersinergi melalui pengembangan sistem pengajuan RKAB yang terhubung langsung dengan data perpajakan. Melalui integrasi ini, setiap wajib pajak sektor minerba harus memastikan seluruh kewajiban perpajakannya telah dipenuhi (tax clearance) sebelum RKAB dapat disetujui.

"Langkah ini adalah komitmen bersama untuk menciptakan industri minerba yang lebih transparan, tertib, dan akuntabel," sebut DJP. (DDTCNews)

Lakukan Ekstensifikasi, DJP Catat Jumlah PKP Bertambah Puluhan Ribu

DJP mencatat jumlah pengusaha kena pajak (PKP) terus bertambah seiring dengan pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi. Dalam tahun berjalan ini, jumlah PKP sudah bertambah 735.838 wajib pajak dari akhir 2024 sebanyak 674.964 PKP.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan terdapat banyak faktor yang mendorong bertambahnya jumlah PKP. Faktor tersebut antara lain perbaikan proses administrasi, upaya peningkatan kepatuhan pajak, dan pertumbuhan aktivitas ekonomi.

"Tercatat kenaikan sebesar 9,02% atau 60.874 PKP," katanya. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.