IMPLEMENTASI pengenaan pajak minimum global (global minimum tax/GMT) di Indonesia memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan pemberian status qualified atas penerapan income inclusion rule (IIR) dan domestic minimum top-up tax (DMTT) berdasarkan pada PMK 136/2024.
Bagaimana kaitannya IIR dan DMTT? Sederhananya, yurisdiksi sumber berhak mengenakan pajak tambahan (top-up tax) berdasarkan pada DMTT jika laba entitas konstituen perusahaan multinasional di yurisdiksi tersebut menanggung pajak dengan tarif efektif kurang dari 15%.
Nah, bila yurisdiksi sumber tidak memberlakukan DMTT, yurisdiksi entitas induk utama berhak mengenakan pajak tambahan berdasarkan pada IIR atas laba yang kurang dipajaki oleh yurisdiksi sumber. Sesuai PMK 136/2024, ketentuan IIR dan DMTT diterapkan mulai 1 Januari 2025.
Satu lagi, bila yurisdiksi sumber tidak menerapkan DMTT dan entitas induk utama tidak mengenakan IIR, yurisdiksi lain dapat mengenakan pajak tambahan dengan pembatalan pembebanan biaya atau penyesuaian yang setara lewat undertaxed payment rule (UTPR).
Dalam konteks ini, penerapan GMT bersifat common approach. Artinya, menerapkan atau tidak, Indonesia pada akhirnya juga akan terdampak pengenaan GMT. Jika tidak menerapkan, pajaknya akan diambil oleh negara lain.
Sesuai dengan PMK 136/2024, Indonesia mengenakan top-up tax berdasarkan pada DMTT dan IIR mulai 1 Januari 2025. Sementara itu, pengenaan berdasarkan pada UTPR akan dimulai pada 1 Januari 2026. Lantas, apa implikasi dari status qualified atas IIR dan DMTT (QDMTT)?
Dengan status tersebut, top-up tax yang dibayar oleh entitas konstituen pada suatu yurisdiksi berdasarkan QDMTT, dalam hal ini Indonesia, bisa diakui sebagai kredit pajak oleh entitas induk utama (ultimate parent entity/UPE) yang mengadministrasikan IIR.
Apalagi, DMTT yang diberlakukan oleh Indonesia juga sudah memenuhi standar untuk diakui sebagai QDMTT safe harbour. Entitas induk tidak perlu melakukan penghitungan top-up tax atas penghasilan entitas konstituen di yurisdiksi berstatus QDMTT safe harbour.
Adapun entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional tercakup dalam ketentuan GMT apabila grup memiliki omzet tahunan minimal EUR750 juta per tahun setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan GMT.
Wajib pajak entitas konstituen tercakup harus mengadministrasikan GMT lewat Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh DMTT. SPT ini digunakan entitas konstituen subjek pajak dalam negeri untuk melapor kewajiban pajak tambahan berdasarkan DMTT.
“Ada sekitar 5.000 entitas konstituen yang tercakup. Artinya, kami akan menerima sekitar 5.000 SPT,” ujar Analis Kebijakan Ahli Madya Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Melani Dewi Astuti.
DMTT berlaku atas entitas konstituen tercakup, terlepas dari apakah entitas tersebut dimiliki secara penuh atau sebagian oleh grup perusahaan multinasional. Tak hanya itu, Indonesia tidak memberlakukan pengecualian atas joint venture, investment entity, dan flow through entity.
Melani mengatakan pada saat ini, Ditjen Pajak (DJP) sedang menyiapkan peraturan yang memuat mekanisme pengadministrasian GMT. Bila tercakup pada tahun ini, entitas konstituen wajib membayar pajak tambahan pada 2026 dan melaporkan SPT paling lambat pada 30 Juni 2027.
"Tahun depan Anda harus membayar pajak tambahan. Pada 30 Juni 2027, Anda harus melaporkan SPT meskipun tidak ada pajak tambahan yang harus dibayar. Jadi Anda tetap harus melaporkan SPT meski pajak tambahannya 0," ujar Melani.
Dalam hal entitas adalah entitas induk dari grup perusahaan multinasional, entitas tersebut harus melaporkan SPT Tahunan PPh GloBE. SPT ini digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak, pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta, dan kewajiban sesuai GloBE.
Melihat kompleksitas ketentuan pengenaan pajak minimum global, strategi capacity building menjadi penting dilakukan. Hal ini dilakukan secara simultan dengan koordinasi internal, pengumpulan informasi, simulasi dan kalkulasi, mitigasi risiko, serta pemantauan aturan terkini.
Terkait dengan capacity building, DDTC mempunyai DDTC Global Minimum Tax Expert Panel. Terdiri atas para profesional DDTC yang sejak awal mengikuti dinamika perumusan Two Pillar Solution OECD/G-20, expert panel ini didedikasikan untuk memberikan capacity building terkait dengan pajak minimum global.
Salah satu program yang dapat dimanfaatkan adalah gabungan antara in-house training (IHT) dan advisori (IHT-Advisory). Skema ini dirancang khusus untuk menyediakan pelatihan dengan studi kasus spesifik yang dialami atau berhubungan dengan perusahaan.
Melalui skema IHT-Advisory, peserta setidaknya bisa mendapatkan gambaran beberapa hal yang langsung relevan dengan perusahaan. Misal, mempersiapkan sekaligus memitigasi implikasi penerapan pajak minimum global serta kondisi yang terjadi di internal.
Materi pelatihan disusun berdasarkan pada dokumen advisori. Pada gilirannya, skema ini menjadi langkah awal yang fundamental untuk menghadapi pajak minimum global secara mandiri. Hal ini dikarenakan hasil advisori dapat direplikasi untuk tahun-tahun pajak selanjutnya.
DDTC melalui DDTC Academy telah menjalankan beberapa pelatihan terkait dengan pajak minimum global. Selain exclusive seminar, ada juga beberapa skema IHT atau IHT-Advisory yang telah atau sedang diselenggarakan. DDTC juga beberapa kali menyelenggarakan strategic dialogues.
Seperti yang diungkapkan sebelumnya, capacity building merupakan langkah awal untuk menghadapi kompleksitas penerapan pajak minimum global. Dibutuhkan pengetahuan dasar mengenai konsep pajak internasional serta standar akuntansi komersial dan perpajakan. Simak ‘Pentingnya Pajak Minimum Global’.
DDTC juga telah merilis booklet bertajuk Global Minimum Tax: Implication for Indonesian Taxpayers sebagai menjadi panduan untuk menyusun langkah awal dalam menghadapi pengenaan pajak minimum global (PMK 136/2024). Unduh (download) booklet tersebut di sini.
Selain itu, masih terkait dengan capacity building, DDTC juga telah menerbitkan buku Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Edisi Kedua. Buku ini sebagai referensi utama yang wajib dimiliki oleh siapa saja yang ingin memahami dan menguasai pajak internasional.
Bagaimanapun, pemahaman tentang pajak internasional menjadi fondasi awal untuk menyelami kompleksitas penerapan pajak minimum global. Untuk memperoleh buku tersebut, Anda dapat langsung membelinya di Perpajakan DDTC.